JAKARTA - Koordinator Presidium Education Forum, Suparman mengatakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah jangan mengahalangi siswa ikut Ujian Nasional (UN), hanya karena terjanggal administrasi sekolah.
Mengingat, pendidikan belajar termasuk mengikuti ujian adalah hak semua anak. Bahkan, dalam Undang Undang Perlindungan Anak tercantum jelas semua kebijakan maupun langkah yang diambil, harus terlebih dahulu mengutamakan kepentingan anak-anak.
"Pemerintah pusat yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Pemerintah Daerah setempat harus meminggirkan kebijakan dan mendahulukan kepentingan anak-anak siswa sekolah. Termasuk, di dalamnya sekolah belum terdata dalam data pemda setempat," katanya kepada Republika, Ahad (15/3).
Hal itu ia sampaikan, terkait persoalan 13 siswa Papua yang tidak bisa ikut serta dalam UN. Penyebabnya, sekolah tempat mereka mengenyam pendidikan belum terdaftar dalam data di dinas pendidikan setempat. Sehingga, menyebabkan 13 siswa itu tidak memiliki identittas UN, dan tidak bisa mengikuti UN tahun ini.
"Padahal, pemerintah tengah berupaya untuk melaksanakan wajib belajar 12 tahun dan ujian merupakan bagian dari program itu. Apabila terhalangi, membuktikan bahwa pemerintah tidak serius untuk melaksanakan wajib belajar 12 tahun," katanya.
Suparman melanjutkan, waktu yang ada untuk merubah kebijakan yang ada tidak cukup, mengingat waktu pelaksanaa UN SMA beberapa pekan lagi. Oleh karena itu, hal tepat yang bisa dilakukan saat ini adalah mengizinkan 13 siswa itu UN dengan status menumpang dengan sekolah yang sudah terakreditasi.
"Kemungkinana hal ini adalah kelalaian sekolah yang tidak cepat untuk mengurus administrasi sekolah dan akreditasi. Tapi, kemungkinan lainnya adalah kinerja pemerintah untuk melakukan pemetaan sekolah belum maksimal," ujarnya.
Ia mendesak pemerintah pusat maupun dearah harus dengan sigap dan cepat untuk menyelesikan maslaah ini. Agar tidak berlarut-larut dan akan berdampak kepada psikologis siswa yang merasa khawatir, ketidak ikutsertaannya dalam UN.
Suparman berpendapat, ke depannya pemerintah pusat dan daerah harus memperbaiki koordinasi di antara keduanya. Agar peristiwa ini tidak terulang kembali, meskipun mungkin saja ada masalah yang serupa di daerah lainnya.
Apabila, kata dia, ini kembali terulang, maka terbukti bahwa pemerintah pusat dan pemda tidak melaksanakan tugasnya denga maksimal dan serius. Sekolah dipersulit dengan birokrasi yang ada.
"Selain itu, bisa saja tidak adanya koordinasi maupun konsolidasi antara sekolah, pemerintah daerah dan pemerintah pusat," katanya.
"Pemerintah seharusnya tidak menghalangi anak-anak untuk berpendidikan hanya karena persoalan kebijakan umum, yang sebenarnya bisa diatasi dengan langkah yang cepat dan tepat," tuturnya.
Mengingat, pendidikan belajar termasuk mengikuti ujian adalah hak semua anak. Bahkan, dalam Undang Undang Perlindungan Anak tercantum jelas semua kebijakan maupun langkah yang diambil, harus terlebih dahulu mengutamakan kepentingan anak-anak.
"Pemerintah pusat yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Pemerintah Daerah setempat harus meminggirkan kebijakan dan mendahulukan kepentingan anak-anak siswa sekolah. Termasuk, di dalamnya sekolah belum terdata dalam data pemda setempat," katanya kepada Republika, Ahad (15/3).
Hal itu ia sampaikan, terkait persoalan 13 siswa Papua yang tidak bisa ikut serta dalam UN. Penyebabnya, sekolah tempat mereka mengenyam pendidikan belum terdaftar dalam data di dinas pendidikan setempat. Sehingga, menyebabkan 13 siswa itu tidak memiliki identittas UN, dan tidak bisa mengikuti UN tahun ini.
"Padahal, pemerintah tengah berupaya untuk melaksanakan wajib belajar 12 tahun dan ujian merupakan bagian dari program itu. Apabila terhalangi, membuktikan bahwa pemerintah tidak serius untuk melaksanakan wajib belajar 12 tahun," katanya.
Suparman melanjutkan, waktu yang ada untuk merubah kebijakan yang ada tidak cukup, mengingat waktu pelaksanaa UN SMA beberapa pekan lagi. Oleh karena itu, hal tepat yang bisa dilakukan saat ini adalah mengizinkan 13 siswa itu UN dengan status menumpang dengan sekolah yang sudah terakreditasi.
"Kemungkinana hal ini adalah kelalaian sekolah yang tidak cepat untuk mengurus administrasi sekolah dan akreditasi. Tapi, kemungkinan lainnya adalah kinerja pemerintah untuk melakukan pemetaan sekolah belum maksimal," ujarnya.
Ia mendesak pemerintah pusat maupun dearah harus dengan sigap dan cepat untuk menyelesikan maslaah ini. Agar tidak berlarut-larut dan akan berdampak kepada psikologis siswa yang merasa khawatir, ketidak ikutsertaannya dalam UN.
Suparman berpendapat, ke depannya pemerintah pusat dan daerah harus memperbaiki koordinasi di antara keduanya. Agar peristiwa ini tidak terulang kembali, meskipun mungkin saja ada masalah yang serupa di daerah lainnya.
Apabila, kata dia, ini kembali terulang, maka terbukti bahwa pemerintah pusat dan pemda tidak melaksanakan tugasnya denga maksimal dan serius. Sekolah dipersulit dengan birokrasi yang ada.
"Selain itu, bisa saja tidak adanya koordinasi maupun konsolidasi antara sekolah, pemerintah daerah dan pemerintah pusat," katanya.
"Pemerintah seharusnya tidak menghalangi anak-anak untuk berpendidikan hanya karena persoalan kebijakan umum, yang sebenarnya bisa diatasi dengan langkah yang cepat dan tepat," tuturnya.
Sumber: ROL
0 Response to "'Jangan Halangi Siswa Ikut UN Hanya karena Administrasi'"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr