CILACAP - Tren batu akik merambah hampir seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Nusakambangan, pulau yang dikenal sebagai tempat eksekusi bagi para terpidana mati.
Hal itu tampak dari banyaknya pedagang yang menjajakan bebatuan di sekitar gerbang Dermaga Wijaya Pura, akses resmi satu-satunya ke Nusakambangan yang kini ramai lantaran akan dilaksanakan eksekusi tahap kedua terhadap 10 terpidana mati.
Yang menarik di sini adalah bebatuan yang mereka jajakan berasal dari dalam Pulau Nusakambangan.
Suparjo, salah satu perajin batu di Dermaga Wijaya Pura, menuturkan, batu yang dijualnya adalah batu berjenis tumpang asli Pulau Nusakambangan.
"Namanya batu tumpang, kalau dihaluskan nanti akan seperti kulit penyu," ujar Parjo di Dermaga Wijaya Pura, Jumat (13/3/2015).
Memang kontur batu tersebut seperti kulit rumah penyu. Apabila disapukan oleh tangan, bagian permukaan batu yang dihaluskan tersebut akan tampak seperti bergerak.
Menurut dia, batu yang berwarna putih dengan guratan merah di atasnya tersebut diambil dari bongkahan karang yang terdapat pada tebing-tebing di dekat Lapas Batu dan Lapas Terbuka Nusakambangan.
Cara mengambilnya pun tidaklah mudah, batu harus dipahat terlebih dahulu agar terpisah dari bongkahan karang.
"Harus dipahat lantaran menempel pada tebing," tuturnya.
Dikenal penjaga
Menurut Parjo, batu tumpang banyak sekali dijumpai di Pulau Nusakambangan sehingga semenjak tren batu akik menjamur, banyak sekali warga di sekitar Dermaga Wijaya Pura berbondong-bondong ke Nusakambangan.
Dirinya mengaku sangat leluasa masuk ke Nusakambangan dan mengambil bongkahan batu tumpang tersebut. Maklum, dia sudah dianggap bagian dari masyarakat pulau itu.
Penjaga pos keamanan pun, menurut Parjo, sudah hafal dengan dirinya. Oleh karena itu, setiap dia masuk, pemeriksaan yang dilakukan petugas keamanan tidak terlalu ketat.
"Batunya banyak di dalam (Nusakambangan), jadi kalau perlu tinggal menyeberang saja, kalau sekarang sulit karena lagi musimnya eksekusi," ungkapnya.
Banyaknya warga luar kota yang datang ke Nusakambangan menjelang eksekusi dimanfaatkan oleh sebagian perajin dengan mematok harga tinggi untuk batu tumpang yang dihaluskan tersebut.
Harganya mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 350.000. Padahal, harga mentahan batu tersebut hanya Rp 20.000 hingga Rp 50.000, tergantung ukurannya.
Parjo mengatakan, tidak ada pungutan biaya sedikit pun dari pihak keamanan Lapas ketika warga mengambil batu yang berada di Pulau Nusakambangan.
Sebagai timbal balik, biasanya warga memberikan batu hasil olahan secara cuma-cuma kepada pegawai Lapas.
"Tidak ada (pungutan), paling kita kasih batu saja," pungkasnya.
Hal itu tampak dari banyaknya pedagang yang menjajakan bebatuan di sekitar gerbang Dermaga Wijaya Pura, akses resmi satu-satunya ke Nusakambangan yang kini ramai lantaran akan dilaksanakan eksekusi tahap kedua terhadap 10 terpidana mati.
Yang menarik di sini adalah bebatuan yang mereka jajakan berasal dari dalam Pulau Nusakambangan.
Suparjo, salah satu perajin batu di Dermaga Wijaya Pura, menuturkan, batu yang dijualnya adalah batu berjenis tumpang asli Pulau Nusakambangan.
"Namanya batu tumpang, kalau dihaluskan nanti akan seperti kulit penyu," ujar Parjo di Dermaga Wijaya Pura, Jumat (13/3/2015).
Memang kontur batu tersebut seperti kulit rumah penyu. Apabila disapukan oleh tangan, bagian permukaan batu yang dihaluskan tersebut akan tampak seperti bergerak.
Menurut dia, batu yang berwarna putih dengan guratan merah di atasnya tersebut diambil dari bongkahan karang yang terdapat pada tebing-tebing di dekat Lapas Batu dan Lapas Terbuka Nusakambangan.
Cara mengambilnya pun tidaklah mudah, batu harus dipahat terlebih dahulu agar terpisah dari bongkahan karang.
"Harus dipahat lantaran menempel pada tebing," tuturnya.
Dikenal penjaga
Menurut Parjo, batu tumpang banyak sekali dijumpai di Pulau Nusakambangan sehingga semenjak tren batu akik menjamur, banyak sekali warga di sekitar Dermaga Wijaya Pura berbondong-bondong ke Nusakambangan.
Dirinya mengaku sangat leluasa masuk ke Nusakambangan dan mengambil bongkahan batu tumpang tersebut. Maklum, dia sudah dianggap bagian dari masyarakat pulau itu.
Penjaga pos keamanan pun, menurut Parjo, sudah hafal dengan dirinya. Oleh karena itu, setiap dia masuk, pemeriksaan yang dilakukan petugas keamanan tidak terlalu ketat.
"Batunya banyak di dalam (Nusakambangan), jadi kalau perlu tinggal menyeberang saja, kalau sekarang sulit karena lagi musimnya eksekusi," ungkapnya.
Banyaknya warga luar kota yang datang ke Nusakambangan menjelang eksekusi dimanfaatkan oleh sebagian perajin dengan mematok harga tinggi untuk batu tumpang yang dihaluskan tersebut.
Harganya mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 350.000. Padahal, harga mentahan batu tersebut hanya Rp 20.000 hingga Rp 50.000, tergantung ukurannya.
Parjo mengatakan, tidak ada pungutan biaya sedikit pun dari pihak keamanan Lapas ketika warga mengambil batu yang berada di Pulau Nusakambangan.
Sebagai timbal balik, biasanya warga memberikan batu hasil olahan secara cuma-cuma kepada pegawai Lapas.
"Tidak ada (pungutan), paling kita kasih batu saja," pungkasnya.
Sumber: KOMPAS
0 Response to "Perkenalkan, Batu Akik Tumpang dari Nusakambangan"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr