PENGUMUMAN: Terhitung sejak tanggal 2 April 2016, pustaka.pandani.web.id tidak lagi kami update! kerena seluruh update terbaru kami dialihkan kesitus pak.pandani.web.id. Harap dimakulumi.

Lumut Sungai Dareh, Emas Hijau Dari Solok Selatan

Batu Lumik Sungai Dareh
Jika batu bara disebut emas hitam, agaknya batu Lumut Sungai Dareh bisa disebut emas hijau karena harga dan nilai keindahannya yang tinggi sebagai batu akik mulia.

Menurut Ketua Ko­mu­nitas Batu Akik Mulia Suma­tera Barat, Attila Majidi, Lu­mut Sungai Dareh terdapat di Bukit Puti Bungsu, Kecamatan Sangir, Solok Selatan (Solsel). Karena pro­ses long­soran, batu ini jatuh ke sungai Batang Kandih yang berada persis di bawah Bu­kit Pu­ti Bungsu, ke­mu­dian diseret arus hingga ke Lu­buk Ulang Aling, Keca­matan Sangir Batang Hari, Solsel, hingga ke Sungai Da­reh. Dhar­masraya. Batang Kandih dan Sungai Dareh merupakan anak Sungai Batang Hari.

“Lumut Sungai Dareh mulai terkenal sejak tahun 2009, ketika Bupati Dharmasraya, Marlon mem­berikan batu tersebut kepada Presi­den SBY sebagai cenderamata. Ko­non, SBY memberikannya pula kepada Presiden AS, Barack Oba­ma. Lumut Sungai Dareh menjadi cenderamata dari Pemkab Dhar­masraya terhadap tamu-tamu peja­bat yang datang dari Jakarta, sehing­ga nama batu ini dikenal di In­donesia hingga ke luar negeri,” ujar Attila di kantor Haluan, Minggu (11/1) malam.

Banyak pertentangan terkait penamaan jenis batu tersebut. Orang Solsel menyebut sebagai Lumut Kandih, sementara orang Dhar­masraya menyebutnya Lumut Su­ngai Dareh, dan ada juga yang menye­but Lumut Surian. Perten­tangan itu terus berlanjut hingga hari ini, sampai Pemkab Solsel ingin me­matenkan nama Lumut Kandih.

Terkait hal itu, Attila putra Solsel ini menjelaskan, hal itu seharusnya tidak dipertentangkan, karena orang sudah tahu, merek dagangnya adalah Sungai Dareh, deposit terbesarnya di Solsel, penam­bangnya banyak dari Surian Kabu­paten Solok, dan pengasahnya ba­nyak terdapat di Kota Padang.

“Bagaimana mau mematenkan namannya sebagai Lumut Kandih, sedangkan jenis batu ini tidak hanya terdapat di Solsel, namun juga terdapat di Aceh yang terkenal dengan nama Lumut Aceh. Jika diuji di laboratorium, maka teriden­tifikasi dua jenis batu tersebut sebagai Idocrase, yang pertama kali ditemukan di California dengan sebutan Vesuvianite. Dan jenis Ido­crase yang terdapat di Solsel, dikenal orang dengan nama Sungai Dareh berkat promosi yang dilakukan pertama kali oleh Pemkab Dhar­masraya,” tuturnya.

Perbincangan Lumut Sungai Dareh di dunia gemologi (ilmu yang mempelajari permata, dan batu permata alami dan buatan), kata Attila, bermula sejak 5 tahun yang lalu. Para gemologist heran kenapa Idocrase terdapat di Solsel yang berjarak kurang lebih 172 kilo meter dari pantai. Sedangkan Idocrase biasanya terdapat di pantai, seperti yang ditemukan di beberapa tempat di dunia seperti di USA, Rusia, Italia, Kenya, Norwegia. Padahal berbicara batu adalah berbicara tentang sejarah bumi. Pertanyaan yang muncul dari para gemologist, apakah di Solsel dahulunya terdapat laut? Belum ada jawaban yang jelas mengenai soal itu.

Lumut Sungai Dareh di Solsel digali oleh para penambang emas liar yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Selain mencari emas, mere­ka juga mencari Lumut Sungai Dareh. Tidak hanya penambang emas, ada juga masyarakat dan pecinta batu yang khusus mencari batu tersebut ke Bukit Puti Bungsu dan sungai Batang Kandih.

Proses pencarian Lumut Sungai Dareh oleh para penambang emas, adalah dengan menggunakan ekska­­vator yang merusak alam dan mesin diesel penyedot lumpur yang mence­mari air sungai dengan bahan bakar minyak mesin tersebut. Sementara pencari Lumut Sungai Dareh yang bukan penambang emas, meng­gunakan linggis dengan mengg­ali tanah di Bukit Puti Bungsu atau kawasan di pinggiran bukit tersebut, hingga ke pinggiran sungai di sepan­jang aliran sungai Batang Kandih menuju hilirnya.

Kata Attila, ada dua jenis Lumut Sungai Dareh, yakni Pucuk Pisang (Natural Idocrase) dan Kumbang Jati (Hydrogrossular Garnet). Jenis lainnya hanyalah varian dari dua jenis tersebut.

Lumut Sungai Dareh dalam peta batu mulia nasional menempati urutan ketiga setelah batu Bacan dan batu Garut. Bahkan saat ini telah menanjak ke posisi nomor dua karena popularitasnya makin tinggi. Kalau di Sumbar, Sungai Dareh adalah batu nomor satu.

Attila setuju Sungai Dareh dise­but emas hijau, karena harganya bisa lebih mahal dari harga emas, karena Sungai Dareh indah, unik dan ber­manfaat untuk kesehatan.

Indah dan unik karena corak batu Sungai Dareh, terutama yang Kumbang Jati, tak akan pernah sama antara satu batu dengan batu lainnya. Bermanfaat untuk kesehatan, karena mengandung sinar infra merah yang bagus untuk terapi tubuh, yang membawa efek relaksasi.

“Jadi bukan berisi hal-hal gaib seperti mitos yang beredar di tengah masyarakat, namun karena kan­dungan mineral di dalam batu tersebut,” terang Attila.

Harga Sungai Dareh kualitas kristal beragam, mulai dari ratusan ribu hingga ratusan juta. Malam itu, Attila baru pulang dari Jakarta setelah menjualkan satu batu teman­nya jenis Kumbang Jati kualitas blues green kepada seorang kolektor seharga Rp 125 juta.

Di Solsel, keberadaan Lumut Sungai Dareh menjadi berkah bagi masyarakat setempat, karena sejak harga Lumut Sungai Dareh tinggi dan memiliki banyak peminat, mun­cul lapangan kerja baru di tengah masyarakat, seperti pencari batu, pengasah batu, dan pengusaha batu.

Para pencari Lumut Sungai Dareh menjual batu tersebut ke pengusaha. Ada juga yang menga­sahnya sendiri atau membayar jasa pengasah, lalu menjualnya ke pengu­saha atau pecinta batu.

Bambang Ismanto misalnya, salah seorang pengasah batu di Padang Aro, mempekerjakan 5 pengasah batu, sejak membuka jasa asah batu pada 2011 yang lalu. Satu pengasah batu men­dapatkan orderan mengasah kurang lebih 20 biji sehari, dengan upah Rp25 ribu untuk satu batu cincin.

Tak hanya mengasah batu, Bam­bang Ismanto juga membeli batu dari penambang emas. Batu-batu yang ia beli diasah oleh para pekerjanya. Selain mendapatkan keuntungan dari mengasah, para pekerja juga mendapat tambahan dari hasil penjualan batu yang diasah tersebut. Hasil batu yang dijual Bambang dibagi dua dengan pengasah dengan hitungan 50:50 persen.

Dalam sehari, setidaknya 2 batu di etalase Bambang dibeli orang. Bila upah mengasah dan menjual batu digabung, dalam sehari ia memiliki omset Rp 1 juta. Dengan uang itu, ia menghidupi keluarga dan menye­kolahkan anak-anaknya.

Lebih besar lagi keuntungan yang didapat oleh pengusaha batu. Moeslim Burhan, pengusaha batu di Padang Aro yang namanya terkenal dalam peta batu mulia nasional, mendapatkan keuntungan yang besar dari menjual batu.

Pria yang bekerja sebagai PNS di Badan Pusat Statistik (BPS) Solsel ini, membeli bahan batu kristal berkualitas menengah dan tinggi dari penambang emas, dengan harga ratusan ribu, jutaan, hingga puluhan juta, dan menjualnya dengan harga jutaan, belasan, hingga puluhan juta, tergantung kualitas batu, jenis warga dan indikator harga batu lainnya.

“Digit uang di ATM bertambah,” katanya berseloroh saat ditanya keuntungan yang didapat dari men­jual batu. Ia pernah membeli bahan seharga Rp 5 juta dan menjualnya Rp 50 juta.

Meski nilai jual Lumut Sungai Dareh di bawah Bacan, namun, katanya, Lumut Sungai Dareh tak bisa didapatkan begitu saja walau pembeli memiliki uang banyak. “Kalau ada uang Rp 100 juta, bisa langsung mendapatkan batu Bacan berkualitas tinggi, karena barangnya banyak. Namun, kalau ada uang Rp 100 juta, belum tentu bisa menda­patkan Lu­mut Sungai Dareh kristal paling bagus, karena barangnya belum pasti ada atau langka,” ung­kapnya.

Untuk pemasaran, Moeslim memasarkan batunya dengan segala cara, seperti mempromosikannya kepada teman-teman di kantornya, kepada teman-teman pecinta batu, hingga promosi online melalui jejaring sosial. Bila ada pembeli yang memesan lewat online, maka uang ditransfer dulu oleh pembeli dengan memperlihatkan bukti transfer, baru kemudian batu dikirim ke pembeli.

Dibandingkan Bambang Isman­to, Moeslim Burhan adalah pengu­saha dengan modal dan keun­tungan yang besar, namun juga dengan risiko kerugian yang besar pula. Ia pernah membeli bahan seharga Rp 5 juta, namun setelah diasah, bahan terse­but tidak bagus, maka terjual de­ngan harga yang murah.

Fungsi Lumut Sungai Dareh sebagai perhiasan, memiliki pres­tisius dan kebanggaan tersendiri di kalangan pejabat. Bupati Solsel, Muzni Zakaria misalnya, mengaku bahwa memakai Lumut Sungai Dareh meningkatkan kepercayaan diri dan kebanggaan, karena me­makai salah satu batu cincin terbaik di Indonesia, yang berasal dari daerah yang ia pimpin dan diasah oleh perajin asal Solsel pula.

Sumber: Haluan

2 Responses to "Lumut Sungai Dareh, Emas Hijau Dari Solok Selatan"

Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,


Salam

Irfan Dani, S. Pd.Gr