PADANG - Moda transportasi becak motor (bemo) pernah mengalami kejayaan pada 1970-1980. Bahkan di Kota Padang, bemo memiliki 11 jurusan untuk mengantarkan para penumpang.
Namun seiring perkembangan zaman, bemo perlahan tersingkir, menyusul masuknya moda transportasi baru yang dinilai masyarakat lebih cepat dan nyaman.
Kisah tentang pasang-surutnya bemo dirasakan oleh Agus. Ia menyatakan pernah merasakan "terhimpit" saat alat transportasi seperti angkot, bus kota, dan ojek secara perlahan meminggirkan bemo.
Ketika itu masuknya alat transportasi tersebut membuat jalur menjadi sempit hingga hanya menyisakan tiga, yaitu Jalur Muaro Padang, Seberang Palinggam, dan Puruih.
Nasib semakin kritis ketika ada ojek. Ojek juga ngetem di tempat bemo. Kalau ongkos ke Muara misalnya itu Rp2.000, kalau ojek itu Rp3.000.
“Nah, masalahnya penumpang lebih memilih naik ojek ketimbang bemo, soalnya kita harus menunggu penuh,” tuturnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ismail (45) yang kini banting setir menjadi pedagang. Ia mengaku dengan makin banyaknya ojek, kondisi jurusan bemo semakin memprihatinkan dan habis karena tak ada penumpang lagi.
“Dalam satu hari itu yang dimulai samapai pukul 18.00 WIB, paling banyak mengangkut penumpang empat kali. Satu trip ongkos sewa hanya Rp14.000 dari tujuh penumpang. Untuk sopir Rp12.000, agen Rp2.000,” jelasnya.
Ismail mengatakan, untuk menarik bemo, dirinya sudah harus berangkat setelah Salat Subuh dan baru kembali selepas Magrib. Sedangkan uang yang diperoleh sebesar Rp50 ribu. Uang itu selanjutnya harus disetor ke pemilik bemo Rp25 ribu.
“Untuk kita, Rp25 ribu. Belum lagi bensin yang rata-rata sehari habis 10 liter. Itulah penghasilan kini,” ungkap Ismail dengan nada lirih.
Berkurangnya peminat bemo dirasakannya sejak 2000-an ditambah kenaikan BBM dan banyak transportasi alternatif lainnya.
“Di sinilah masa-masa tersulit para sopir bemo. Pada 2009, gempa besar yang melanda Kota Padang dan sekitarnya memperburuk kondisi, terutama lokasi ngetemnya yang sudah tertimbun reruntuhan bangunan pasar,” tuturnya .
Namun seiring perkembangan zaman, bemo perlahan tersingkir, menyusul masuknya moda transportasi baru yang dinilai masyarakat lebih cepat dan nyaman.
Kisah tentang pasang-surutnya bemo dirasakan oleh Agus. Ia menyatakan pernah merasakan "terhimpit" saat alat transportasi seperti angkot, bus kota, dan ojek secara perlahan meminggirkan bemo.
Ketika itu masuknya alat transportasi tersebut membuat jalur menjadi sempit hingga hanya menyisakan tiga, yaitu Jalur Muaro Padang, Seberang Palinggam, dan Puruih.
Nasib semakin kritis ketika ada ojek. Ojek juga ngetem di tempat bemo. Kalau ongkos ke Muara misalnya itu Rp2.000, kalau ojek itu Rp3.000.
“Nah, masalahnya penumpang lebih memilih naik ojek ketimbang bemo, soalnya kita harus menunggu penuh,” tuturnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Ismail (45) yang kini banting setir menjadi pedagang. Ia mengaku dengan makin banyaknya ojek, kondisi jurusan bemo semakin memprihatinkan dan habis karena tak ada penumpang lagi.
“Dalam satu hari itu yang dimulai samapai pukul 18.00 WIB, paling banyak mengangkut penumpang empat kali. Satu trip ongkos sewa hanya Rp14.000 dari tujuh penumpang. Untuk sopir Rp12.000, agen Rp2.000,” jelasnya.
Ismail mengatakan, untuk menarik bemo, dirinya sudah harus berangkat setelah Salat Subuh dan baru kembali selepas Magrib. Sedangkan uang yang diperoleh sebesar Rp50 ribu. Uang itu selanjutnya harus disetor ke pemilik bemo Rp25 ribu.
“Untuk kita, Rp25 ribu. Belum lagi bensin yang rata-rata sehari habis 10 liter. Itulah penghasilan kini,” ungkap Ismail dengan nada lirih.
Berkurangnya peminat bemo dirasakannya sejak 2000-an ditambah kenaikan BBM dan banyak transportasi alternatif lainnya.
“Di sinilah masa-masa tersulit para sopir bemo. Pada 2009, gempa besar yang melanda Kota Padang dan sekitarnya memperburuk kondisi, terutama lokasi ngetemnya yang sudah tertimbun reruntuhan bangunan pasar,” tuturnya .
Sumber: okezone
0 Response to "Keberadaan Bemo di Padang Makin Hilang Usai Dilanda Gempa"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr