SURABAYA - Semangat belajar Nur Hidayat patut diacungi jempol. Meski dari kalangan tidak mampu, laki-laki 29 tahun itu berhasil meraih gelar master pendidikan bahasa Inggris di Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya (UKWM).
Saat ditemui di UKWM kemarin (6/2), Nur menyatakan senang bisa membahagiakan orang tuanya. Dia tidak menyangka bisa menyelesaikan pendidikan hingga strata dua. ''Saya ini wong cilik, dari keluarga tak mampu,'' katanya.
Ayahnya, Mustofa, hanya seorang tukang becak. Sementara itu, ibunya berjualan tahu di Pasar Pucang. Meski berpenghasilan pas-pasan, Nur selalu diminta orang tuanya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. ''Itu yang membuat saya terlecut untuk terus belajar. Kondisi pas-pasan jangan sampai menjadi penghalang,'' tambahnya.
Meski begitu, otak Nur cukup encer. Sejak SD hingga SMA, dia selalu mendapat beasiswa. Beasiswa tersebut cukup membantu biaya sekolahnya. Saat SMA, ada kejadian yang tidak bisa dilupakan. Waktu itu dia hampir tidak lulus SMA hanya karena menolak menggunakan kunci jawaban. ''Tapi, sama ayah saya diminta ikut ujian susulan. Akhirnya lulus SMA,'' ucap anak bungsu di antara tiga bersaudara tersebut.
Setelah SMA, Nur tidak langsung kuliah. Dia memilih belajar membuat kaligrafi di Jawa Barat. Saat itu dia bertemu seorang ustad yang pandai berbahasa Inggris. Saking pandainya, ustad tersebut bisa naik haji karena bahasa Inggris. ''Saya jadi terinspirasi mengambil kuliah bahasa Inggris. Saya kuliah S-1 di Universitas Muhammadiyah Gresik,'' ucapnya.
Selepas S-1, Nur melanjutkan pendidikan dengan kuliah strata dua. Sebab, dia ingin menjadi guru atau dosen bahasa Inggris. Pilihan jatuh ke Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Saat itu banyak keluarga yang protes. ''Saya meyakinkan bahwa saya hanya menuntut ilmu saja di sini. Sistem pengajaran di sini bagus dan saya tetap berprinsip pada agama saya'' ujar ayah satu anak tersebut.
Meski sempat minder, Nur bertekad bulat. Anita Lie, dosen pembimbing tesisnya, sangat bangga terhadap perjuangan hidup Nur. ''Alhamdulillah sudah lulus. Saya sangat bersyukur,'' ungkapnya.
Saat ini Nur mempersiapkan diri untuk membuka kursus mata pelajaran bahasa Inggris dan kaligrafi di Menganti, Gresik. ''Saya ingin membagi ilmu yang saya dapat dengan melatih anak-anak kurang mampu di desa saya,'' tutur suami Fifi Herawati tersebut.
Saat ditemui di UKWM kemarin (6/2), Nur menyatakan senang bisa membahagiakan orang tuanya. Dia tidak menyangka bisa menyelesaikan pendidikan hingga strata dua. ''Saya ini wong cilik, dari keluarga tak mampu,'' katanya.
Ayahnya, Mustofa, hanya seorang tukang becak. Sementara itu, ibunya berjualan tahu di Pasar Pucang. Meski berpenghasilan pas-pasan, Nur selalu diminta orang tuanya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. ''Itu yang membuat saya terlecut untuk terus belajar. Kondisi pas-pasan jangan sampai menjadi penghalang,'' tambahnya.
Meski begitu, otak Nur cukup encer. Sejak SD hingga SMA, dia selalu mendapat beasiswa. Beasiswa tersebut cukup membantu biaya sekolahnya. Saat SMA, ada kejadian yang tidak bisa dilupakan. Waktu itu dia hampir tidak lulus SMA hanya karena menolak menggunakan kunci jawaban. ''Tapi, sama ayah saya diminta ikut ujian susulan. Akhirnya lulus SMA,'' ucap anak bungsu di antara tiga bersaudara tersebut.
Setelah SMA, Nur tidak langsung kuliah. Dia memilih belajar membuat kaligrafi di Jawa Barat. Saat itu dia bertemu seorang ustad yang pandai berbahasa Inggris. Saking pandainya, ustad tersebut bisa naik haji karena bahasa Inggris. ''Saya jadi terinspirasi mengambil kuliah bahasa Inggris. Saya kuliah S-1 di Universitas Muhammadiyah Gresik,'' ucapnya.
Selepas S-1, Nur melanjutkan pendidikan dengan kuliah strata dua. Sebab, dia ingin menjadi guru atau dosen bahasa Inggris. Pilihan jatuh ke Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Saat itu banyak keluarga yang protes. ''Saya meyakinkan bahwa saya hanya menuntut ilmu saja di sini. Sistem pengajaran di sini bagus dan saya tetap berprinsip pada agama saya'' ujar ayah satu anak tersebut.
Meski sempat minder, Nur bertekad bulat. Anita Lie, dosen pembimbing tesisnya, sangat bangga terhadap perjuangan hidup Nur. ''Alhamdulillah sudah lulus. Saya sangat bersyukur,'' ungkapnya.
Saat ini Nur mempersiapkan diri untuk membuka kursus mata pelajaran bahasa Inggris dan kaligrafi di Menganti, Gresik. ''Saya ingin membagi ilmu yang saya dapat dengan melatih anak-anak kurang mampu di desa saya,'' tutur suami Fifi Herawati tersebut.
Sumber: JPNN
0 Response to "Kisah Mengharukan Anak Tukang Becak Raih Gelar Master"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr