PENGUMUMAN: Terhitung sejak tanggal 2 April 2016, pustaka.pandani.web.id tidak lagi kami update! kerena seluruh update terbaru kami dialihkan kesitus pak.pandani.web.id. Harap dimakulumi.

Kisah Endah yang Mengajar di Pelosok Pulau Adonara

Guru muda asal Manado, Sulawesi Utara, yang tergerak hatinya untuk mengajar di pedalaman setelah terinspirasi gerakan Indonesia Mengajar.


indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Sarwendah Kongtesha, bersama murid-muridnya di depan bangunan kelas di SDK Filial Wai Bereno, Adonaro Tengah, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. (Foto: Feri Latief)

Sarwendah Kongtesha,  21 tahun, tertegun saat menyaksikan tayangan acara Kick Andy di televisi. Saat itu sedang membahas kisah para guru muda di pelosok Indonesaa yang bergabung dalam program Indonesia Mengajar yang diprakarsai Anies Baswedan. Tayangan itu begitu menginspirasikannya, tiba-tiba saja keinginan hatinya menguat untuk mengajar di pelosok-pelosok terpencil  di Indonesia. 


Setelah lulus dari Jurusan Matematika, Universitas Negeri Manado, di tahun 2013 ia pun mendaftar dalam program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) yang diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Program yang dijalankan pemerintah untuk sarjana baru ini mengadaptasi program Indonesia Mengajar.

indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Ibu guru Sarwendah sarapan pagi dengan mie instan yang sering disebut sebagai makanan kebangsaan guru di pedalaman (Foto: Feri Latief)
“Pertama itu papa tidak setuju, mama setuju. Papa bilang tak usah ke sana karena tujuannya jauh, apalagi tujuan Papua atau NTT, papa takut karena jauh. Akhirnya diomong-omong terus rayu-rayu, papa bilang ya jalan sudah tapi hati-hati,” begitu cerita Sarwendah dengan logat Indonesia Timur saat ia mendaftar jadi guru di daerah terpencil. “Waktu ikut wisuda papa juga ikut, rektornya membangga-banggakan SM3T jadi papa langsung nyerah,” kenangnya sambil tersenyum.

September 2013 adalah saat pertama kali tiba di desa Wai Kela, kecamatan Adonara Tengah, kabupaten Flores Timur. “Waktu pertama kali kebetulan tinggal seminggu dengan kepala sekolah. Bapak kepala sekolah pelihara babi di belakang rumah, hampir tiap warga pelihara babi. Ada pergi ke kampung sebelah sepanjang jalan itu di samping-samping itu babi semua,” ujarnya sembari tersenyum.
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Menuju ke kelas di SDK Filial Wai Bereno bersama murid-muridnya (Foto: Feri Latief)
Sebagai anak yang besar di kota Manado itu pemandangan yang aneh apalagi ia beragama Islam. Tapi itu tak menghalanginya untuk berbaur dengan warga desa. Desa tempatnya mengajar mayoritas masyarakatnya bergama Khatolik. Waktu pertama kali datang Sarwendah belum berhijab, lalu ia meminta pendapat teman-temannya kalau ia akan menggunakan hijab. Teman-temannya  sangat mendukung. Bahkan istri kepala sekolah pun mendukung perempuan yang berayah etnis Tionghoa dan beribu asli Maluku ini.
Masyarakat desa sangat baik kepadanya. Kepala sekolah pun selalu melindunginya, mencarikan tempat tinggal tepat di belakang sekolah tanpa membayar satu rupiah pun. 
Di desa Wai Kela guru sangat dihormati, ke mana-mana selalu disapa. Tradisinya juga unik, Sarwendah bercerita kalau ia berkunjung ke rumah-rumah yang ada di sana selalu disuguhi teh dan wajib makan. “Kalau tidak makan mereka bilang kita tidak menghargai,” ungkap Endah, begitu panggilan kesayangan dari murid-muridnya.
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Sarwendah mengajar anak-anak berbaris untuk tertib masuk ke dalam kelas. (Foto: Feri Latief)
“Dua bulan (di sini) saya naik 5 kilogram, waktu datang berat saya 40 kg sekarang sudah 45 kg,” ujar Endah sambil tertawa.

Sarwendah mengajar mata pelajaran Matematika di SMP Negeri 1 Desa Wai Kela Adonara Tengah. Di awalnya ada enam  kelas yang diajarnya. Lalu ketika masuk guru tambahan ia hanya mengajar empat kelas. Tapi kemudian guru agama Islam ada halangan untuk mengajar, ia pun mengambil alih tugas  itu dan menjadi guru pelajaran agama Islam pula.
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Suasana belajar di kelas 1 SDK Wai Bereno, Adonara Tengah, Flores Timur. (Foto : Feri Latief)
Tugasnya bertambah saat dibukanya sekolah dasar baru di desanya, Sekolah Dasar Kristen Wai Bereno. Ia pun bergantian dengan seorang guru lainnya mengajar di sana. Sekolahnya baru ada satu kelas, tapi ia sadar betul bahwa pendidikan dasar yang berkualitas akan membentuk karakter muridnya. Karena itu ia jalani semua itu dengan sungguh-sungguh. Banyak waktu luang ia berikan untuk muridnya, mulai dari kerja bhakti di hari libur, mengangkut air saat dimusim kemarau atau les-les tambahan di luar jam sekolah. Bahkan ia jadi bisa menghapal lagu-lagu rohani Kristen, karena murid-muridnya sehari-hari menyanyikan lagu itu yang diperoleh dari sekolah minggu.
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Sarwendah membimbing muridnya belajar di kelas. (Foto : Feri Latief)
Murid-muridnya pun sangat hormat padanya. Saat  pertama kali datang murid-murid  SMPnya sempat bertanya. “Masak ibu gurunya kecil begitu?” Muridnya heran karena ia nampak kecil dan muda. Karena ada murid-muridnya yang berusia sama dengannya. “Saya lahir tahun 1992, ada murid di kelas tiga yang lahir tahun 1993,” jelas Endah. Walau begitu murid-muridnya patuh padanya.

Pendekatan personal yang dia lakukan membuat para murid hormat. Metoda pengajaran yang dia dapat dibangku kuliah ia terapkan dan membawa hasilnya efektif. Seperti pengakuan Shanti, 14 tahun, muridnya di kelas 8. “Di saat ibu Endah menjelaskan di papan kami lebih cepat mengerti,” jelas Shanti. Hal ini membantu dia mendapat kepercayaan dari murid-muridnya.
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Kedekatan guru dan murid terlihat saat Sarwendah mengajar di kelas. (Foto : Feri Latief)
Di sore hari murid-muridnya sudah menantinya di halaman sekolah SMP Negeri 1 di dekat rumahnya. Mereka meminta bimbingan pelajaran tambahan. Selepas senja barulah mereka belajar. Sering kali malam hari listrik padam, dan mereka menggunakan lilin untuk belajar. Mereka belajar sampai pukul setengah delapan malam.

Keberadaan anak-anak ini menjadi hiburan tersendiri bagi Sarwendah. Karena baginya saat-saat yang menyedihkan tinggal di pelosok desa di Adonara, Flores Timur,  adalah saat bubar sekolah. Tak ada lagi suara murid-muridnya yang terdengar. Lingkungan rumahnya mendadak sunyi dan ia merasa sangat kesepian.
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Murid-muridnya sering bermanja ria dengan ibu guru Sarwendah. (Foto: Feri Latief)
“Sedihnya kalau tidak ada anak-anak sekolah, yang buat ramainya itu anak-anak sekolah. Jadi dari pagi sampai sore kalau ada anak-anak ramai saja. Biar di rumah sendirian tapi kalau dengar anak-anak teriak atau ribut masih kelihatan ramai,”  ujarnya.

“Saya paling dihibur kalau malam sama anak-anak. Mereka datang les malam. Kalau mereka datang mereka nyanyi-nyanyi. Nyanyinya lagu gereja semua,” lanjutnya lagi  sambil tersenyum.
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Murid-murid melambaikan tangan kepada Sarwendah untuk salam perpisahan sebelum kembali ke rumah. (Foto: Feri Latief)
Saat anak-anak sudah pulang sunyinya terasa. Saat itulah ia merasa kesepian. Itu saja menurutnya yang membuatnya sedih. Hanya terdengar suara jangkrik dan tokek. Desanya terletak di bukit dan berada dalam kawasan hutan. “Hampir tiap rumah di sini ada tokeknya,” jelasnya. 
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Sore hari murid-muridnya mulai berdatangan untuk pelajaran tambahan di SMP Negeri 1 Adonara Tengah. (Foto : Feri Latief)
Tiga bulan lagi ia akan genap setahun di desa Wai Kela, artinya masa tugasnya sebagai guru SM3T akan berakhir. Ia adalah angkatan ketiga dari program SM3T. Kali ini ada 63 guru muda yang diterjunkan  ke pelosok-pelosok di kabupaten Flores Timur. Mereka berasal dari Universitas Negeri Manado, Sulawesi Utara dan Universitas Tanjung Pura, Kalimantan Barat.
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Walaupun listrik padam murid-murid tetap semangat untuk menerima pelajaran tambahan. (Foto: Feri Latief)
“Sebenarnya setahun itu tidak cukup sih, terasa singkat,” jelasnya. Proses adaptasi memerlukan waktu juga.  “Waktu kita pertama datang itu bulan September, terus tak lama lagi sudah liburan semester,” lanjutnya lagi. Tak lama kemudian  memasuki bulan April ada perayaan Paskah. “Paskah di sini sangat ramai. 100% di desa ini Khatolik,” lanjutnya lagi.  Hal ini perlu dicermati agar lebih efektif.

“Andai program ini diperpanjang menjadi dua tahun. Usul saya di lokasi pengajar ditempatkan lebih dari dua guru. Dan pengajar SM3T mempunyai program kerja yang mengarah ke masyarakat tentang pentingnya pendidikan,” demikian usul Sarwendah. Konsekuensi karena lama mengajar  para pengajar diberi jatah pulang kampung selama dua kali dalam dua tahun, seperti yang diusulkan rekannya seorang guru muda yang di tempatkan di wilayah Nusa Tenggara Timur yang lainnya.
indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Sarwendah membimbing muridnya diterangi cahaya lilin. (Foto: Feri Latief)
Untuk tahun ini saja ada ribuan guru program SM3T, belum lagi program yang dilakukan secara swadaya seperti Indonesia Mengajar. Tapi tetap saja di pelosok-pelosok masih kekurangan tenaga pengajar. Resiko negara besar adalah tingkat kesulitan yang tinggi untuk mengelolanya. Masih diperlukan banyak anak-anak muda seperti Sarwendah Kongtesha yang rela meninggalkan hidup enak di kota untuk mengabdi di daerah terpencil  demi membangun negeri.

indonesia mengajar,sm3t,adonara,flores timur,dikti,pengajar muda,daerah terpencil
Berdoa seusai belajar malam. (Foto: Feri Latief)
(Feri Latief)

Sumber:
 Logo NGI

0 Response to "Kisah Endah yang Mengajar di Pelosok Pulau Adonara"

Post a Comment

Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,


Salam

Irfan Dani, S. Pd.Gr