PENGUMUMAN: Terhitung sejak tanggal 2 April 2016, pustaka.pandani.web.id tidak lagi kami update! kerena seluruh update terbaru kami dialihkan kesitus pak.pandani.web.id. Harap dimakulumi.

Kegalauan Seorang Pandani

Hampir dua bulan saya berkeliling dari sekolah ke sekolah di kota ini untuk menjajakan beberapa kertas yang bertuliskan Proposal permohonan kepada pemimpim-pemimpin sekolah itu. Saya bukan pengemis, bukan pula orang yang ingin meminta-minta suatu kerja sehingga saya ditempatkan disana. Yang saya ingin adalah suatu kemajuan buat daerah ini. Kemajuan yang bisa membuka mata dunia bahwa daerah ini ada dan bisa berkarya. Bukan katak dalam tempurung yang congkak dalam gelap semata.

Ditolak bukan harga mati buat perjuangan saya. Ya! Yang namanya usaha memang harus ada sukses dan gagalnya. Tidak semua yang kita inginkan secara instan bisa terjadi dan apa yang tidak kita fikirkan pun bisa terjadi. 

Entah tersesat atau tidak, inilah profesi sekarang yang harus saya tempuh dan dijalani.

Dari sekian lobi yang telah saya lakukan dengan pihak sekolah, khususnya pemimpin sekolah-sekolah itu. Banyak kekawatiran yang saya temui. Mungkin masalahnya lebih komplek dari apa yang saya ketahui. Saya rasa pengetahuan mereka masih kurang dengan apa yang saya tawarkan. Saya bukan mengejek mereka, tapi ini boleh dibilang pengetahuan umum bagi siswa SMP ataupun SMA. Mereka boleh dibilang tidak bisa membedakan namanya Website dengan Wifi. Yang mereka tahu cuma bisa Online dan bisa buka facebook dan google. Sungguh miris, Keadaannya hampir sama dengan sekolah 3T yang pernah dulu saya kunjungi dulu. Padahal sekolah-sekolah mereka adalah deretan sekolah terpopuler dan ternama di kota ini.

Penghapusan TIK dalam kurikulum 2013 membuat saya tidak kawatir dengan pengaruhnya terhadap siswa, malah yang saya kawatirkan dengan si gurunya. Perkembangan zaman yang menuntut si guru agar melek internet diharapkan bisa meningkatkan kopetensi guru dalam bidangnya. Tapi fakta dilapangan berbicara, mereka masih terkendala disana. Rasa enggan maupun gengsi untuk mengakui sedikit kekurangan itu. Apa salahnya mengakuinya. Belajar bukan terhenti oleh proses senioritas. Tidak zamannya lagi merasa angkuh karena banyak makan asam garam. Tapi itulah manusia.

Ini menjadi tantangan yang sangat berarti bagi saya dan bukan hal untuk saya takuti. Mungkin esok bisa muncul hal-hal baru yang bisa menjadi solusi tantangan di hari ini. Karena hidup adalah suatu proses pembelajaran yang sangat berharga.



-Pandani-













0 Response to "Kegalauan Seorang Pandani"

Post a Comment

Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,


Salam

Irfan Dani, S. Pd.Gr