YOGYAKARTA – Moratorium penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) merupakan kebijakan yang perlu dilakukan, agar terjadi perubahan birokrasi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang profesional. Namun perubahan itu tidak mungkin bisa dilakukan dengan menyulap pegawai yang ada menjadi profesional, mengingat 60 persen PNS Indonesia berpendidikan SLTA.
“Kita dihadapkan pada keharusan untuk mewujudkan birokrasi modern guna menjawab permasalahan global. Tetapi kita tidak bisa menyulap birokrasi yang ada menjadi profesional kalau tingkat pendidikannya masih sangat rendah,” ujar Deputi SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Setiawan Wangsaatmadja dalam konsultasi publik sinkronisasi UU ASN, UU Pemda, UU Desa, , UU Pelayanan Publik, dan UU Administrasi pemerintahan di Yogyakarta, Rabu (25/02).
Lebih lanjut Setiawan mengatakan, moratorium penerimaan PNS yang dilakukan saat ini diarahkan untuk lebih meningkatkan professional ASN. Bukan berarti sama sekali tidak menerima pegawai, tetapi hanya menerima tenaga ASN yang benar-benar memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadahi.
Bukan saja dalam di bagian hulu, yakni tahap rekrutmen, tetapi penataan birokrasi juga dilakukan di bagian tengah dan hilir. “Melalui revolusi mental, ASN harus siap melayani, bukan jamannya lagi birokrasi priyayi, Birokrasi harus selalu hadir untuk membantu memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat, bukannya menambah masalah,” tegas Setiawan.
Senada dengan Setiawan, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X menegaskan bahwa Undang-UndangNo. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan jawaban untuk membangun profesioalisme ASN. “Undang-undang tersebut menuntut perubahan paradigma ASN, karena ASN merupakan pelayan masyarakat,” ujarnya.
Dekan FISIPOL UGM Erwan Agus Purwanto mengatakan, pentingnya peran birokrasi, dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah, yang merupakan produk politik. Terkait dengan spirit UU ASN yang menekankan pentingnya penerapan sisitem meritokrasi bagi pegawai ASN, Erwan sependapat bahwa birokrasi harus lebih profesional.
Namun diingatkan bahwa UU ASN tidak berdiri sendiri. Dalam implementasi di lapangan beririsan dengan undang-undang lain. “Inilah perlunya harmonisasi setiap undang-undang, agar tidak saling bertabrakan dengan peraturan perundangan lain,” tambahnya.
“Kita dihadapkan pada keharusan untuk mewujudkan birokrasi modern guna menjawab permasalahan global. Tetapi kita tidak bisa menyulap birokrasi yang ada menjadi profesional kalau tingkat pendidikannya masih sangat rendah,” ujar Deputi SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Setiawan Wangsaatmadja dalam konsultasi publik sinkronisasi UU ASN, UU Pemda, UU Desa, , UU Pelayanan Publik, dan UU Administrasi pemerintahan di Yogyakarta, Rabu (25/02).
Lebih lanjut Setiawan mengatakan, moratorium penerimaan PNS yang dilakukan saat ini diarahkan untuk lebih meningkatkan professional ASN. Bukan berarti sama sekali tidak menerima pegawai, tetapi hanya menerima tenaga ASN yang benar-benar memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadahi.
Bukan saja dalam di bagian hulu, yakni tahap rekrutmen, tetapi penataan birokrasi juga dilakukan di bagian tengah dan hilir. “Melalui revolusi mental, ASN harus siap melayani, bukan jamannya lagi birokrasi priyayi, Birokrasi harus selalu hadir untuk membantu memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat, bukannya menambah masalah,” tegas Setiawan.
Senada dengan Setiawan, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X menegaskan bahwa Undang-UndangNo. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan jawaban untuk membangun profesioalisme ASN. “Undang-undang tersebut menuntut perubahan paradigma ASN, karena ASN merupakan pelayan masyarakat,” ujarnya.
Dekan FISIPOL UGM Erwan Agus Purwanto mengatakan, pentingnya peran birokrasi, dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah, yang merupakan produk politik. Terkait dengan spirit UU ASN yang menekankan pentingnya penerapan sisitem meritokrasi bagi pegawai ASN, Erwan sependapat bahwa birokrasi harus lebih profesional.
Namun diingatkan bahwa UU ASN tidak berdiri sendiri. Dalam implementasi di lapangan beririsan dengan undang-undang lain. “Inilah perlunya harmonisasi setiap undang-undang, agar tidak saling bertabrakan dengan peraturan perundangan lain,” tambahnya.
Sumber: Menpan
0 Response to "Wujudkan PNS Profesional, Tak Mungkin dengan ‘Sim Salabim’"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr