BONE - Menuntut ilmu harus penuh perjuangan sekalipun nyawa taruhannya, seperti yang dilakukan puluhan siswa Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Untuk mencapai sekolah tepat waktu, mereka terpaksa menggelantung di atas jembatan rusak akibat banjir dua tahun lalu.
Mereka harus ekstra hati-hati ketika menyeberang dengan meniti dua utas tali baja yang terbentang di atas sungai. Satu per satu, dengan tangan memegang erat, sementara kaki berpijak di atas tali baja menjadi pertaruhan nyawa mereka untuk sampai di seberang sungai.
Beginilah rutinitas puluhan siswa SD Inpres 6/75 Hulo, Desa Hulo, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, saat berangkat dan pulang sekolah.
Tali baja sepanjang 35 meter dengan tinggi 15 meter itu terbentang di atas Sungai Bola Tellue. Jembatan itu menghubungkan Dusun Massaile, Desa Hulo, dengan sekolah mereka.
Jika tidak melewati jembatan tali baja tersebut, para siswa harus memutar dengan jarak tempuh 20 kilometer untuk sampai sekolah mereka.
Tak jarang siswa jatuh terjatuh ketika sedang menyeberangi sungai, seperti dialami Sri. Saat menyeberang genggaman tanganya pada tali terlepas lantaran licin. Beruntung gadis cilik tersebut tersangkut pada pohon/, tempat tali baja tersebut dililitkan sehingga tidak langsung jatuh ke sungai.
Walau demikian, Sri mengaku tidak kapok untuk melewati titian tersebut demi ilmu dan cita-cita yang harus dia capai. Begitu pula dengan anak-anak lainnya.
Salah seorang siswa, Andi Asdar mengatakan, tiap hari dia bersama puluhan temannya menyeberang dengan meniti jembatan tali baja tersebut. Dia mengaku terpaksa lewat karena jika tidak lewat jembatan tersebut harus rela basah, karena harus menyeberangi sungai.
Namun ketika banjir tiba, mereka tidak berangkat ke sekolah, bahkan selama jembatan gantung tersebut rusak puluhan siswa putus sekolah lantaran takut melewati titian tali baja tersebut.
Seorang guru SD 6/75 Hulo, Marhumah membenarkan, sedikitnya 50 orang siswanya berhenti sekolah lantaran takut dan trauma melewati jembatan tersebut. Marhuma juga tak jarang ketika ujian sekolah tiba kerap memanggil siswanya menginap di rumahnya.
Marhumah berharap, ada perhatian dari pemerintah untuk segera membangun jembatan tersebut supaya angka kehadiran siswa di sekolah tidak menurun. Selain itu, dia khawatir siswanya jatuh ke sungai kendati sejumlah orangtua siswa terlihat rela mengantar dan menunggu anaknya dengan duduk-duduk di sisi jembatan.
Mereka harus ekstra hati-hati ketika menyeberang dengan meniti dua utas tali baja yang terbentang di atas sungai. Satu per satu, dengan tangan memegang erat, sementara kaki berpijak di atas tali baja menjadi pertaruhan nyawa mereka untuk sampai di seberang sungai.
Beginilah rutinitas puluhan siswa SD Inpres 6/75 Hulo, Desa Hulo, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, saat berangkat dan pulang sekolah.
Tali baja sepanjang 35 meter dengan tinggi 15 meter itu terbentang di atas Sungai Bola Tellue. Jembatan itu menghubungkan Dusun Massaile, Desa Hulo, dengan sekolah mereka.
Jika tidak melewati jembatan tali baja tersebut, para siswa harus memutar dengan jarak tempuh 20 kilometer untuk sampai sekolah mereka.
Tak jarang siswa jatuh terjatuh ketika sedang menyeberangi sungai, seperti dialami Sri. Saat menyeberang genggaman tanganya pada tali terlepas lantaran licin. Beruntung gadis cilik tersebut tersangkut pada pohon/, tempat tali baja tersebut dililitkan sehingga tidak langsung jatuh ke sungai.
Walau demikian, Sri mengaku tidak kapok untuk melewati titian tersebut demi ilmu dan cita-cita yang harus dia capai. Begitu pula dengan anak-anak lainnya.
Salah seorang siswa, Andi Asdar mengatakan, tiap hari dia bersama puluhan temannya menyeberang dengan meniti jembatan tali baja tersebut. Dia mengaku terpaksa lewat karena jika tidak lewat jembatan tersebut harus rela basah, karena harus menyeberangi sungai.
Namun ketika banjir tiba, mereka tidak berangkat ke sekolah, bahkan selama jembatan gantung tersebut rusak puluhan siswa putus sekolah lantaran takut melewati titian tali baja tersebut.
Seorang guru SD 6/75 Hulo, Marhumah membenarkan, sedikitnya 50 orang siswanya berhenti sekolah lantaran takut dan trauma melewati jembatan tersebut. Marhuma juga tak jarang ketika ujian sekolah tiba kerap memanggil siswanya menginap di rumahnya.
Marhumah berharap, ada perhatian dari pemerintah untuk segera membangun jembatan tersebut supaya angka kehadiran siswa di sekolah tidak menurun. Selain itu, dia khawatir siswanya jatuh ke sungai kendati sejumlah orangtua siswa terlihat rela mengantar dan menunggu anaknya dengan duduk-duduk di sisi jembatan.
Sumber: OKEZONE
0 Response to "Perjuangan Siswa SD ke Sekolah Harus Bergelantungan di Jembatan Maut"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr