Ilustrasi |
Mulai menyebarnya difteri di beberapa daerah diduga karena pada sekitar tahun 2011 adanya kontroversi tentang penggunaan imunisasi. Banyak yang orang tua yang tidak mengimunisasi anaknya dengan berbagai alasan. “Kemungkinan ini terjadi karena empat tahun lalu kontroversi imunisasi menyebar. Banyak isu yang mengatakan tidak halal dan berbagai hal lainnya. Sehingga sebagian dari orang tua takut mengimunisasi anaknya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang, dr Eka Lusti.
Menanggapi tentang klaim imunisasi yang dianggap tak halal itu, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Prof. DR. Edi Syafri menegaskan, di Indonesia khususnya Sumbar, zat yang digunakan untuk suntik imunisasi tidak haram.
“Ketika kami melakukan pertemuan dengan Depertemen Kesehatan di Jakarta beberapa tahun yang lalu, telah dilakukan penelitian terhadap zat tersebut. Hasilnya, bisa dipastikan zat yang digunakan untuk imunisasi, halal dan tidak berbahaya bagi tubuh,” terang Edi Syafri kepada Haluan, Jumat (30/1) melalui telepon genggamnya.
Menyikapi semakin menurunnya keinginan masyarakat untuk melakukan imunisasi terhadap anaknya, Edi Syafri mengimbau masyarakat agar jangan mudah percaya dengan isu-isu yang tidak bertanggungjawab terkait imunisasi. Di samping itu, pihak pemerintah khususnya dinas terkait juga harus bisa mensosialisasikan program imunisasi dengan benar dan tepat sasaran.
“Masyarakat harus diberi pemahaman, memang benar setelah dilakukan imunisasi biasanya si anak akan diserang demam, tapi bukan berarti karena zatnya berbahaya bagi tubuh,” ujar Edi Syafri.
Bahkan, menurut Edi Syafri, karena semakin diperlukannya imunisasi untuk meningkatkan kekebalan dalam tubuh, maka agama justru menganjurkan program tersebut. Artinya, selain halal, imunisasi menurut pandangan hukum Islam juga dianjurkan, karena dipandang bermanfaat untuk kesehatan tubuh manusia. “Karena ini bermanfaat, imunisasi justru dianjurkan,” pungkas Edi Syafri.
Senada dengan Edi Syafri, Ketua MUI Kota Padang, Prof. DR. Duski Samad juga mengatakan hal demikian. Bahkan katanya kalau benar-benar dibutuhkan, sedangkan tidak ada cara atau zat lain yang bisa digunakan, zat yang sifatnya haram pun tetap diperbolehkan.
Menurutnya, untuk memastikan kehalalan imunisasi ini, MUI sudah tiga kali mengeluarkan fatwa untuk memberikan kepastian hukum kepada masayarakat. “Sudah tiga kali fatwa terkait hal ini, diantaranya tahun 2002 dan 2010,” ujar Duski.
Di samping itu, MUI juga telah melakukan sosialisasi kepada Puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan lembaga-lembaga kesehatan lainnya untuk memastikan hal ini. “Kita telah datangi lembaga-lembaga kesehatan untuk mensosialisasikan hal ini. Dengan harapan, pihak terkait juga menyampaikan pesan-pesan kami terkait imunisasi ini kepada masyarakat,” jelas Duski.
Namun, salah satu orang tua suspect difteri yang minta namanya tak disebut membantah jika anaknya terjangkiti difteri karena tak diimunisasi. “Anak saya rutin kok mendapatkan imunisasi,”kata sang ibu dari suspect difteri yang masih berusia 2 tahun itu.
Si ibu mengklaim penyakit anaknya bukan dipicu karena tidak diimunisasi, tapi dipicu oleh perubahan iklim yang tak menentu. Dari data yang dikumpulkan Haluan, anak si ibu ini mendapat perawatan di RSUP M Djamil sejak, Jumat (23/1), sama dengan korban penyakit difteri “ZR” yang sudah meninggal pada Jumat itu.
Sumber: Haluan
0 Response to "MUI:Imunisasi itu Tidak Haram"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr