Carut Marut Pengelolaan Objek Wisata Pantai Air Manis Padang

Bumi dan Langit Trans 7
"Pantai Air Manis Padang dengan Little Mermaid Di Denmark"

Siapa yang tidak senang kalau tempat wisata di daerah mereka diliput dan masuk TV. Tapi ini lain cerita, bukannya senang malah saya merasa malu.

Dalam sebuah program acara Televisi yang menayangkan sebuah fenomena yang di beri judul "Bumi dan Langit". menampilkan betapa jauh berbedanya keindahan kedua tempat wisata ini. Bukan Alammnya yang dibandingkan, Tapi "Sampahnya,". yang satu super kotor dan yang satu lagi bersih luar biasa.

Sampah di tempat wisata Pantai Air Manis itu memang sangat luar biasa! Padahal tempat ini merupakan wisata andalan Kota Padang yang terkenal dengan Batu Malin Kundangnya.

Kalau sudah begini, mau salahkan siapa? Penduduk, pengelola atau si pengunjungnya yang suka buang sampah sembarangan.

"Pantai Air Manis yang memiliki panjang sampai 1 kilometer ini hanya di bersihkan oleh 4 orang saja itu tidak cukup," tutur si Narasumber saat diwawancara.

Wah! parah. Memang secara pribadi saya pun sebagai orang padang kurang suka lagi mengunjungi objek wisata tersebut. Bukan hanya karena sampahnya. tapi pengelolaannya.

Terlalu banyak pungli. mulai dari tarif masuk, Pungli Parkiran, Pungli lewat jembatan instan, sampai mau berfotopun mesti harus bayar.

"Da! Kalau nio foto di Batu Malin Kundang tu, foto pakai kamera kami ko dulu da, Cuma bayiah 20 ribu, tu terserah uda nio foto bara kali pakai kamera uda. tolong haragoi kami saketek da! kami lah panek mambarasihan" ujar si tukang palak berkedok fotografer.

Kejadian itu membuat saya dan teman-teman kesal dan merasa sakit hati. kalau caranya kayak gini saya juga merasa tak terima. Tempat wisata apa ini? ada pungli dimana-mana.

Saya berharap tempat wisata di negeri saya ini tidak di kelola oleh tangan-tangan pungli yang malah membuat objek ini di jauhi. Semoga apa yang saya rasakan tidak di rasakan lagi oleh-orang orang yang belum pernah berkunjung kesana.

#SavePantaiAirManis #IlovePadang #IlovePariaman

Doc. Bumi Lagit trans 7: