Pembelajaran dengan penemuan (inquiry)
merupakan satu komponen penting dalam pendekatan konstruktivistik yang telah
memiliki sejarah panjang dalam inovasi atu pembaharuan pendidikan. Dalam
pembelajaran dengan penemuan/inkuiri, siswa didorong untuk memiliki pengalaman
dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip
untuk diri mereka sendiri, Bruner (1966), penganjur pembelajaran dengan basis
inkuiri, menyatakan sebagai berikut: “Kita mengajarkan suatu bahan kajian tidak
untuk menghasilkan perpustakaan hidup tentang bahan kajian itu, tetapi lebih
ditujukan untuk membuat siswa berpikir …. Untuk diri mereka sendiri, meneladani
seperti apa yang dilakukan oleh seorang sejarawan, mereka turut mengambil
bagian dalam proses, bukan suatu produk (Nur & Wikandari, 2000:10). Belajar
dengan penemuan dapat diterapkan dalam banyak mata pelajaran. Sebagai contoh,
siswa diberi sederet silinder dengn ukuran dan berat yang berbeda-beda. Siswa
diminta untuk menggelindingkan silinder tersebut pada suatu bidang miring. Bila
percobaan itu dilakukan dengan benar, siswa akan dapat menemukan
prinsip-prinsip utama yagn menentuan kecepatan silinder tersebut.
Belajar dengan penemuan mempunyai berbagai keuntungan. Pembelajaran
dengan inkuiri memacu keinginan siswa untuk mengetahui, memotivasi mereka untuk
melanjutan pekerjaannya hingga mereka menemukan prinsip-prinsip utama yang
menentukan kecepatan silinder tersebut.
Belajar dengan penemuan mempunyai beberapa keuntungan. Pembelajaran
dengan inkuiri memacu keinginan siswa untuk mengetahui, memotivasi mereka untuk
melanjutkan pekerjaannya hingga mereka menemukan jawabannya. Siswa juga belajar
memecahkan masalah secara mandiri dan memiliki keterampilan berpikir kritis
karena mereka harus selalu menganalisa dan menangani informasi.
Pengajaran berbasis inkuiri membutuhkan strategi pengajar yang mengikuti
metodologi IPA dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna. Inkuiri
adalah seni dan ilmu bertanya dan menjawab. Inkuiri melibatkan observasi dan
pengukuran, pembutan hipotesis dan interpretasi, pembentukan model dan
pengujian model. Inkuiri menuntut adanya eksperimentasi, refleksi, dan
pengenalan akan keunggulan dan kelamahan metode-metodenya sendiri.
Selama proses inkuiri berlangsung, seorang guru dapat menajukan suatu
pertanyaan atau mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka
sendiri. Pertanyaannya bersifat open-ended,
memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki sendiri dan mereka mencari
jawaban sendiri (tetapi tidak hanya satu jawaban yang benar).
Inkuiri adalah apa yang dibuat oleh para ilmuwan. Para
ilmuwan melakukan ikuiri dengan suatu cara formal dan sitematis, dan dalam
proses melakukan inkuiri para ilmuwan memberikan kontribusi pada tubuh
informasi yang bersifat kolektif yang kita sebut pengetahuan. Dalam proses
mengalami ilmu melalui inkuiri, siswa belajar bagaiman menjadi ilmuwan. Mereka
belajar lebih banyak lagi ketimbang hanya konsep dan fakta, mereka mempelajari
berbagi proses yang terlibah dalam pemantapan konsep dan fakta.
Inkuiri memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang nyata
dan aktif. Siswa diharapkan mengambil inisiatif. Mereka dilatih bagaimana
memecahkan maslah, membuat keputusan, dan memperoleh ketarampilan. Inkuiri
memeungkinkan siswa dalam berbgai tahap perkembangannya bekerja dengan
masalah-masalah yang sama dan bahkan mereka bekerja sama mencari solusi
terhadap masalah-masalah. Setiap siswa harus memainkan dan memfungsikan
talentanya masing-masing.
Inkuiri memungkinkan terjadinya integrasi berbagai disiplin ilmu. Ketika
siswa melakukan eksplorasi mereka cenderung mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
akan melibatkan IPA dan matematika, ilmu sosial, bahasa, seni, dan teknik.
Inkuiri melibatkan pula komunikasi. Siswa harus mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan berhubungan. Mereka harus melapoirkan
hasil-hasil temuannya, lisan atau tertulis. Dengan begitu, mereka bekerja dan
mengajar satu sama lain. Inkuiri memungkinkan guru mempelajari siswa-siswanya –
siapa mereka, apa yang mereka ketahui, dan bagaimana mereka bekerja. Pemahaman
guru tentang siswa akan memungkinkan guru untuk menjadi fasilitator yang lebih
efektif dalam proses pencarian ilmu oleh siswa.
Ketika guru menggunakan teknik inkuiri, guru tidak boleh banyak bertanya
atau berbicara. Terlalu banyak intervensi, terlalu banyak bertanya, dan terlalu
banyak menjawab akan mengurangi proses belajar siswa melalui inkuiri. Dengan
demikian, proses belajar tidak akan lagi menyenangkan. Dalam proses inkuiri,
siswa dituntut untuk bertanggung jawab bagi pendidikan mereka sendiri. Guru
yang menaruh perhatian pada pribadi siswa, akan menemukan kegiatan-kegiatan
yang disukai siswa, juga hal-hal yng baik yag ada dalam diri siswa-siswanya,
dan kesulitian-kesulitan yang mengganggu siswa dalam proses belajar. Guru
dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya
belajara siswa-siswanya.
Siklus inkuiri adalah: (1) Observasi (Observation);
(2) Bertanya (Questioning); (3)
Mengajukan dugaan (Hipothesis); (4)
Pengumpulan data (Data Gathering);
dan Penyimpulan (Conclusion).
Inkuiri adalah satu proses yang bergerak dari langkah observasi sampai
langkah pemahaman. Inkuiri dimulai dengan observasi yang menjadi dasar
pemunculan berbagai pertanyaan yang diajukan siswa. Jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tersebut dikejar dan diperoleh melalui suatu siklus
pembuatan prediksi, perumusan hipotesis, pengembangan cara-cara pengujian
hipotesis, pembuatan observasi lanjutan, penciptaan teori dan model-model
konsep yang didasarkan pada data dan pengetahuan. Inkuiri menciptakan berbagai
kesempatan bagi guru untuk mempelajari bagaimana otak siswa bekerja. Guru dapat
memanfaatkannya untuk menentukan situasi-situasi belajar yang tepat dan
memfasilitasi siswa dalam proses pencarian ilmu.
Dalam proses inkuiri, siswa belajar dan dilatih bagaimana mereka harus
berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan slah satu tujuan pendidikan. Ketika
siswa belajar berpikir kritis, merka kan
memperlihatkan pikiran-pikiran dan proses-proses sebagai berikut:
a.
Mengajukan pertanya seperti “Bagaimana itu kita tahu?” atau
“Apa buktinya?”
b.
Mengetahui perbedaan antara observasi dan kesimpulan.
c.
Mengetahui bahwa semua gagasan ilmiah itu dapat berubah dan
bahwa teori yang ada adalah teori-teori
yang terbaik berdasarkan bukti yang kita miliki sejuh nini.
d.
Mengetahui bahwa diperlukan bukti yang cukup untuk menarik
suatu kesimpulan yang kuat.
e.
Memberi penjelasan atau interpretasi, memalkukan observasi
dan/atau prediksi.
f.
Selalu mencari konsistensi terhadap kesimpulan-kesimpulan
yang diambil dan memgerikan penjelasan dengan rasa percaya diri.
Salah satu tujuan utama pendidikan adalah meningkatkan kemampuan siswa
untuk berpikir kritis, membuat keputusan rasional tentang apa yang diperbuat
atau apa yang diyakini.seperti halnya setiap tujuan yang lain, belajar berpikir
kritis bergantung pada penataan suasana kelas yang mendorong penerimaan
pandangan divergen (berbeda) dan diskusi bebas. Tatanan itu seharusnya juga
lebih menekankan pada pemberian alasan atau pandangan daripada hanya memberikan
jawaban benar. Keterampilan dalam berpikir kritis paling baik dicapai bila
dihibungkan dengan topik-topik yang dikenal siswa. Tujuan pengajaran berpikir
kritis adalah menciptakan suatu semangat
berpikir kritis yang mendorong siswa mempertanyakan apa yang mereka
dengar dan mengkaji pikiran mereka sendiri untuk memastikan tidak terjadi
logika yang tidak konsisten atau keliru.
Beyer (1988:57) mengidentifiksi 10 keterampilan berpikir kritis yang dpat
digunakan siswa untuk mempertimbangkan validitas (keabsahan) tuntutan atau
argument, memahami periklanan, dan sebagainya.
(1) Membedakan fakta-fakta
yang dapat diverifikasi dan tuntutan nilai-nilai yang sulit diverifikasi (diuji
kebenarannya).
(2) Membedakan antara
informasi, tuntutan, atau alasan yang relevan dengan yang tidak relevan.
(3) Menentukan kecermatan
factual (kebenaran) dari suatu
penyataan.
(4) Menentukan kredibilitas
(dapat dipercaya) dari suaut sumber.
(5) Mengidentifikasi tuntutan
atau argument yang mendua.
(6) Mengidentifikasi asumsi
yang tidak dinyatakn.
(7) Mendeteksi bias (menemukan
penyimpangan).
(8) Mengidentifikasi
kekeliruan-kekeliruan logika.
(9) Mengenali
ketidak-konsistenan logika dalam suatu alur penalaran.
(10)
Menentukan kekuatan suatu argument atau tuntutan.
Beyer mengingatkan bahwa 10 keterampilan berpikir kritis di atas bukan
merupakan suatu urutan langkah-langkah tetapi lebih merupakan daftar cra yang
dapat dilakukan. Dengan cara-cara itu, siswa dapat menangani informasi untuk
mengevaluasi apakah informasi itu benar atau masuk akal. Tugas utama dalam
mengajarkan berpikir kritis kepada siswa adalah membantu mereka belajar tidak
hanya bagaimana menggunakan tiap-tiap strategi berpikir kritis itu, tetapi juga
menyampaikan kapan tiap-tiap strategi berpikir kritis itu cocok untuk dipakai.
Proses inkuiri tidak dpat dipisahkan dari konsep berpikir kritis. Konsep
berpikir kritis tidak dapat pula dipisahkan dari konsep inteligensi.
Inteligensi bukan sesuatu yang hanya dpat diukur dengan tes, buan pula sesuatu
yang semata-mata pembawaan genetis secara lahiriah. Howard Gardaner (1983)
menunjukan bahwa intelgensi dapat diubah. “Intelligence
is the ability to solve problems or to create products that are valued between
one or more cultural settings” (Johnson, 2002:141). Intelligensi tidak
dapat dipisahkan dari konteks di mana manusia itu hidup dan berkembang.
Menurut Gardaner, inteligensi tidak dilahirkan, tepai dapat berkembang
atau berkurang, bergantung pada lingkungan atau konteks seseorang. Lingkungan
yng dimaksud adalah teman, guru, orang tua, buku, alat-alat belajar (pena,
computer, kegiatan-kegiatan fisik, musik), dan hal-hal lain yang mencapai otak
melalui panca indera. Dengan menggunakan kriteria khusus untuk mengidentifikasi
konsep inteleigenais, Gardaner mengusulkan delapan jenis inteligenwsi, yakni:
linguistic, logical-mathematic, musical, spatial, bodily-kinesthetic,
interpersonal, intra-personal, dan naturalist. Jenis pekerjan dan aktivitas
yang dapat dikembangkan untuk kedelapan jenis inteligensi ini dpat dicontohkan
sebagai beikut: (1) linguistic: wartawan, reporter, politikus, atu penulis; (2)
logis-mathematis; ahli fisika, neurology, atau insinyur; (3) spasial: pelukis,
interior decorator, atau pemain tennis; (4) bodily-kinesthic: penari balet,
pemain golf, pembalap, atau petinju; (5) musik: pengarang lagu, penyanyi, atau
organis/pianis; (6) interpersonal: hakim, saleperson, atau guru; (7)
intrapersonal: biarawan/rohaniawan, pujangga, atau ahli ilmu jiwa/psikolog; dan
(8) naturalist: ahli botani, ahli kebun binatang, atau ahli pertamanan.
Kedelapan jenis inteligensi ini telah mengilhami para pendidik untuk
mengajar dengan dengan mengac pada salah satu dari delapan jenis inteligensi
tersebut. “Hundred, perhaps thousands, of
classrooms around the world rely today on Gardaner’s theory of multiple
intelligences to help students realize their latent potential” (Johnson,
2002:141). Apakah kelas berfokus pada siswa yang kurang mampu atau kelas yang
siswa-siswanya berbakat, para pendidik melihat manfaat mengajar yang sesuai
dengan cara-cara untuk mencapai berbagai jenis inteligensi yang dikemukakan
Gardaner.
Setiap siswa mampu mengembangkan setiap jenis inteligensidi atas dengan
asumsi bahwa siswa belajar dalam suatu lingkungan belajar yang kaya yang
memungkikan mereka menghubungkan makna dengan konteks. “CTL’s component work together to provide this rich environment,
offering students many opportunities to ignite the eight multiple intelligences”
(Amstrong, 1994:35). Guru CTL menyadari dan menghargai bahwa setiap anak
memiliki derajat yang berbeda dalam hal inteligensinya dan bahwa CTL sebagai
suatu system holistic berhubungan dengan delapan inteligensi yang dibawa setiap
anak pada lingkungan belajar.
Delapan
inteligensi (Howard Gardaner, 1983)
Multiple Intelligences
|
|
Logika-matematika
|
Peka
terhadap pola, keterampilan dan sistematika.
|
Linguistic/ilmu bahasa
|
Peka
terhadap bunyi, ritme, dan makna kata
|
Musik
|
Kemapuan
menghasilkan dan menghargai ritme, tinggi rendah suara, dan warna suara
|
Spatial/jarak
|
Kemampuan
untuk melakukan transformasi mengenai persepsi awal seseorang dan kemampuan
mengkreasi kembali aspek-aspek pengalaman visual seseorang.
|
Bodily-kinesthetic/fisik-kinestetik
|
Kemampuan
mengontrol gerak tubuh seseorangdan kemampuan menangani objek secara
terampil.
|
Inter
personal/antar-pribadi
|
Kemampuan
untuk menjawab atu memberikan reaksi secara tepat berbagai suasana batin,
temperamen, motivasi dan keinginanorang lain.
|
Intapersonal/antar-pribadi
|
Bagaimana
menjiwai perasaan sendiri, kemampuan mendiskriminasikan berbagi perasaan
seseorang, dan kemampuan menarik kesimpulan untuk menuntun tingkah laku
seseorang
|
Naturalist/alamiah
|
Mengamati,
mengalami dan mengorganisasikan berbagai pola dalam lingkungan alamiah
|
Guru yang menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri haru menjadikan siswa
mampu berdiri sendiri, harus mendorong siswa untuk mandiri sedini mungkin sejak
dari awal masuk sekolah. Timbul pertanyaan, bagaimana caranya guru membantu
siswa agar mereka tumbuh mandiri? Jawabannya adalah memberi kebebasan kepada
siswa untuk mengikuti minat alamiah mereka. Guru harus mendorong siswa untuk
memecahkan sendiri msalah yang dihadapinnya atau memecahkan sendiri di dalam
kelompoknya, bukan mengajarkan mereka jawaban dari masalah yang mereka hadapi.
Siswa akan mendapat keuntungan jika mereka dapat “melihat” dan “melakukan”
sesuatu daripada hanya sekedar mendengarkan ceramah atau penjelasan guru. Guru
dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dengan bantuan gambar dan
demontrasi.
Belajar harus luwes dan bersifat menyelidiki atau melalui penemuan. Jika
siswa tampak berusaha dengan menghadapi suatu, berikan mereka waktu untuk
mencoba sendiri memecahkan masalah tersebut sebelum memberikan pemecahannya.
Guru juga harus memperhatikan sikap siswa terhadap belajar. Menurut Jerome, S.
Burner, sekolah harus merangsang keingintahuan siswa, meminimalkan risiko
kegagalan, dan bertindak serelevan mungkin bagi siswa. Sebagai saran tamhahan
bagi guru yangmengajar dengan pendekatan inkuiri: (1) doronglah siswa agar
mereka mengajukan dugan awal dengan cara guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
membimbing; (2) gunakan bahan dan permainan yang bervariasi; (3) berikan
kesempatan kepada siswa untuk memuaskan keingintahuan mereka, meskipun mereka
mengajukan gagasan-gagasan yang tidak berhubungan langsung dengan pelajaran
yang diberikan; dan (4) gunakan sejumlah contoh yang kontras atau perlihatkan
perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik-topik yang terkait.
0 Response to "Pengajaran Berbasis Inkuiri"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr