PENGUMUMAN: Terhitung sejak tanggal 2 April 2016, pustaka.pandani.web.id tidak lagi kami update! kerena seluruh update terbaru kami dialihkan kesitus pak.pandani.web.id. Harap dimakulumi.

Opini: Nasib Guru "Plat Kuning"

Opini: Kartika Sari, M.Pd.I, Kepala SMA Muhammadiyah Pangkalpinang dan Dosen STKIP MBB

Guru adalah garda terdepan dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa. Walaupun hari guru telah kita peringati bersama beberapa waktu yang lalu, namun permasalahan guru sampai hari ini masih belum juga terselesaikan. Dari kebinggungan para guru dengan perubahan kurikulum dari kurikulum 2006 ke kurikulum 2013, sampai kepada penghentian sementara kurikulum 2013 untuk sekolah yang belum tiga semester menjalankannya.

Hemat penulis berubah atau terhentinya kurikulum 2013, adalah suatu yang biasa terjadi bagi semua guru dan dunia pendidikan kita. Dari dulu sampai hari ini sudah kita ketahui hampir 11 kali perubahan. Riak-riak perubahan awal, dan perubahan akhir selalu ada, dan riak-riak tersebut nanti juga akan sepi dengan sendirinya.

Apalagi bagi sekelompok guru "plat kuning" yaitu guru honorer yang berada di banyak sekolah demi mengejar mimpi untuk menjadi sejahtera layiknya seperti guru "plat merah" yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan gaji tetap dan tunjangan lainnya akan menjadi sangat biasa akan sebuah persoalan di atas. Karena bagi guru "plat kuning" setiap perubahan apapun dalam dunia pendidikan dan sehebat apapun mereka menjalankan tugasnya tetap saja tidak akan merubah keadaan mereka.

Kalimat "ambil kepahlawananku, pikirkan kesejahteraanku", diucapkan oleh salah seorang guru "plat kuning" dalam sebuah tulisannya, yang bagi penulis kalimat ini merupakan kalimat kritikan sekaligus memberikan pesan atau masukan yang mendalam kepada para penentu kebijakan yang seolah-olah menutup mata tentang keberadaan guru "plat kuning" ini. Padahal apabila kita analisa lebih dalam lagi tidak ada bedanya antara guru "plat kuning" atau guru berstatus honorer dengan guru "plat merah" yang berstatus PNS.

Kedua ini sama-sama guru dan merupakan pahlawan negara. Cuma yang membedakan adalah guru "plat merah" pahlawan yang jasa-jasanya diperhatikan, dan guru "plat kuning" masih dengan slogan pahlawan tanpa tanda jasa. Dikotomi ini lah yang terjadi sampai hari ini.

Di media tersiar kabar bahwa gaji kepala daerah dan anggota DPR akan dinaikkan lagi, sedangkan gaji guru apalagi guru "plat kuning" tak kunjung-kunjung naik. Kisaran nominalnyapun sangat kecil walau dalam sekolah besar sekalipun. Ada guru "plat kuning" bisa menghasilkan kurang lebih ratusan ribu rupiah dalam satu bulan, dan malah ada yang menerima dibawah 300 ribu perbulan karena mengajar dengan hitungan perjam mata pelajaran.

Sehingga mengharuskan guru tersebut mengajar di lebih satu sekolah agar dapat terpenuhinya separuh dari kebutuhannya. Ironinya lagi guru "plat kuning" ini mampu mendidik anak didik dan menghantarkannya kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan nasib anak mereka belum jelas karena untuk menghantarkan anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi (perguruan tinggi) agak sulit karena penghasilan yang kurang memadai.

Langkah preventif

Dari permasalahan di atas, nampaknya guru lebel "plat kuning" perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah kita. Baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Kenapa demikian? karena hemat penulis sebenarnya beban mereka sama seperti guru "plat merah" pada umumnya. Malah mungkin lebih berat lagi bagi mereka guru yang berplat kuning ini. Harus mencari dan mencukupi kebutuhan dan jauh dari kata sejahtera.

Tak sedikit pula kerja keras dalam mempersiapkan generasi penerus hanya berbuah pahit tanpa sebuah penghargaan. Untuk sekolah-sekolah swasta yang besar mungkin mereka mampu mensejahterakan pada guru "plat kuning" tersebut dengan honor lebih tinggi dari guru "plat merah" dengan tunjangan-tunjangan yang memadai.

Tetapi bagaimana dengan nasib sekolah swasta yang kecil dan baru akan berkembang yang di dalamnya hampir 99% terdapat guru "plat kuning". Itupun keberadaan sekolah swasta yang mampu seperti di atas, jumlahnya sangat minim sekali di setiap daerah.

Pemerintah semestinya memperhatikan ini, tidak hanya memperhatikan lebih lanjut harus mengambil langkah segera dalam menanggulangi permasalahan ini. Karena apabila tidak tertanggulangi dengan baik, penulis rasa akan berimplikasi kepada kinerja para guru kita yang nantinya akan berpengaruh besar terhadap karakter bangsa ini, karena mereka guru "plat kuning" juga memiliki andil besar dalam penentu keberhasilan suatu bangsa.

Apabila sebuah usaha sudah dilakukan maksimal, maka ada yang berpasrah diri ada pula yang setengah diputus asanya oleh para penentu kebijakan. Untuk itu langkah preventif perlu dilakukan sehingga nantinya sekolah-sekolah yang di dalamnya banyak bernaung guru "plat kuning" sama-sama merasakan kesejahteraan seperti guru "plat merah" dan tentunya akan menambah motivasi dan fokus dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Sumber: Tribunnews

0 Response to "Opini: Nasib Guru "Plat Kuning""

Post a Comment

Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,


Salam

Irfan Dani, S. Pd.Gr