JAKARTA - Kurangnya kesadaran akan toilet yang bersih tak hanya ditemukan di tempat umum, tetapi juga di sekolah-sekolah. Hal ini menyebabkan anak-anak rentan terserang penyakit seperti diare. Dampak jangka panjang, prestasi di sekolah bisa menurun akibat anak-anak menjadi jarang masuk ke sekolah karena sakit.
Ketua Umum Asosiasi Toilet Indonesia, Naning Adiwoso mengungkapkan, masih banyak toilet yang tidak bersih dan higienis di sekolah dasar hingga tingkat universitas kawasan Jakarta maupun daerah lainnya.
Misalnya, banyak sampah yang menumpuk dan menutupi saluran sehingga menyebabkan tergenangnya air di lantai toilet. Terkadang air juga tidak mengalir atau kekurangan sehingga kotoran setelah buang air tidak disiram atau dibersihkan.
“Masih kurang kesadaran akan pentingnya toilet bersih. Padahal toilet penyebar kuman penyakit. Tidak hanya harus bersih, tapi higienis,” kata Naning dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Masalah lain yang sering ia temui adalah toilet murid dan guru di sekolah dasar yang terpisah. Toilet guru sering kali lebih bersih dari muridnya. Padahal, kebersihan toilet untuk para murid sama pentingnya.
Menurut Naning, akhirnya para guru tidak bisa mengawasi anak-anak yang masih harus diajarkan menjaga kebersihan toilet. Dinding-dinding kamar mandi juga sering kali dicorat-coret oleh anak-anak.
“Sering yang terjadi pada sekolah-sekolah di Indonesia, toilet guru dan muridnya terpisah. Jadi gurunya enggak bisa mengawasi. Toilet gurunya bagus, toilet muridnya enggak tau, tuh bagaimana,” ucap Naning.
Selain itu, jumlah toilet di sekolah sering kali tidak sebanding dengan jumlah murid. Misalnya, ketika waktu istirahat yang tidak terlalu lama, murid perempuan harus mengantri lebih lama untuk mengakses toilet. Toilet perempuan sebaiknya lebih banyak dibanding laki-laki.
Menurut Naning, untuk di sekolah dasar, para orang tua murid harus memperhatikan hal ini. Protes lah kepada kepala sekolah jika menemukan sanitasi yang kurang layak di sekolah.
Sanitasi yang buruk rupanya bukan masalah sepele. Hal ini menyebabkan masalah serius bagi anak. Apalagi, anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Jika toilet tidak bersih, tak jarang anak-anak yang akhirnya terpaksa menahan buang air kecil maupun besar di sekolah.
“Sering kali saya menemui orang tua yang mengeluhkan penyakit pada anaknya akibat toliet sekolah yang tidak higienis, seperti diare, infeksi saluran pernapasan, tifus, disentri, bahkan infeksi saluran kencing,” ujar dokter spesialis anak, Rouli Nababan di tempat yang sama.
Rouli menjelaskan, toilet yang tidak higienes bisa menjadi sarang berbagai jenis kuman. Jika tida segera dibersihkan, kuman bisa berkembang biak menjadi sangat banyak dalam waktu yang singkat sehingga bisa menjadi sumber penyakit.
Gerakan toilet higienis
Dalam rangka memperingati Hari Toilet Sedunia pada 19 November 2014, para kepala sekolah, guru, hingga pemerintah diharapkan komitmennya untuk menjaga kebersihan toilet di sekolah. Anak-anak juga diharapkan dapat belajar tanggung jawab untuk menjaga kebersihan toilet dengan mengikuti Gerakan Toilet Higienis.
Gerakan yang digelar oleh salah satu produk pembersih toilet dan porselen, Domestos ini telah memilih 25 sekolah yang akan dibersihkan dan dibenahi higienitas toiletnya.
“Melalui Gerakan Toilet Higienis ini, besar harapan kami ke depannya akan lebih banyak pihak yang teredukasi dengan baik sehingga banyak pula masyarakat yang peduli dengan kebersihan fasilitas sanitasi di sekolah. Anak-anak akhirnya juga dapat terhindar dari ancaman penyakit akibat kuman yang bersumber dari toilet sekolah,” terang Brand Building Domestos, Imee Putri.
Menurut Imee, masalah ini harus diajarkan sejak dini atau dimulai dari anak-anak. Imee menjelaskan, Sejak 2011 gerakan ini sudah melibatkan 1900 sekolah. Ia berharap gerakan ini juga dapat menjangkau lebih banyak lagi sekolah di daerah hingga pelosok Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Toilet Indonesia, Naning Adiwoso mengungkapkan, masih banyak toilet yang tidak bersih dan higienis di sekolah dasar hingga tingkat universitas kawasan Jakarta maupun daerah lainnya.
Misalnya, banyak sampah yang menumpuk dan menutupi saluran sehingga menyebabkan tergenangnya air di lantai toilet. Terkadang air juga tidak mengalir atau kekurangan sehingga kotoran setelah buang air tidak disiram atau dibersihkan.
“Masih kurang kesadaran akan pentingnya toilet bersih. Padahal toilet penyebar kuman penyakit. Tidak hanya harus bersih, tapi higienis,” kata Naning dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Masalah lain yang sering ia temui adalah toilet murid dan guru di sekolah dasar yang terpisah. Toilet guru sering kali lebih bersih dari muridnya. Padahal, kebersihan toilet untuk para murid sama pentingnya.
Menurut Naning, akhirnya para guru tidak bisa mengawasi anak-anak yang masih harus diajarkan menjaga kebersihan toilet. Dinding-dinding kamar mandi juga sering kali dicorat-coret oleh anak-anak.
“Sering yang terjadi pada sekolah-sekolah di Indonesia, toilet guru dan muridnya terpisah. Jadi gurunya enggak bisa mengawasi. Toilet gurunya bagus, toilet muridnya enggak tau, tuh bagaimana,” ucap Naning.
Selain itu, jumlah toilet di sekolah sering kali tidak sebanding dengan jumlah murid. Misalnya, ketika waktu istirahat yang tidak terlalu lama, murid perempuan harus mengantri lebih lama untuk mengakses toilet. Toilet perempuan sebaiknya lebih banyak dibanding laki-laki.
Menurut Naning, untuk di sekolah dasar, para orang tua murid harus memperhatikan hal ini. Protes lah kepada kepala sekolah jika menemukan sanitasi yang kurang layak di sekolah.
Sanitasi yang buruk rupanya bukan masalah sepele. Hal ini menyebabkan masalah serius bagi anak. Apalagi, anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Jika toilet tidak bersih, tak jarang anak-anak yang akhirnya terpaksa menahan buang air kecil maupun besar di sekolah.
“Sering kali saya menemui orang tua yang mengeluhkan penyakit pada anaknya akibat toliet sekolah yang tidak higienis, seperti diare, infeksi saluran pernapasan, tifus, disentri, bahkan infeksi saluran kencing,” ujar dokter spesialis anak, Rouli Nababan di tempat yang sama.
Rouli menjelaskan, toilet yang tidak higienes bisa menjadi sarang berbagai jenis kuman. Jika tida segera dibersihkan, kuman bisa berkembang biak menjadi sangat banyak dalam waktu yang singkat sehingga bisa menjadi sumber penyakit.
Gerakan toilet higienis
Dalam rangka memperingati Hari Toilet Sedunia pada 19 November 2014, para kepala sekolah, guru, hingga pemerintah diharapkan komitmennya untuk menjaga kebersihan toilet di sekolah. Anak-anak juga diharapkan dapat belajar tanggung jawab untuk menjaga kebersihan toilet dengan mengikuti Gerakan Toilet Higienis.
Gerakan yang digelar oleh salah satu produk pembersih toilet dan porselen, Domestos ini telah memilih 25 sekolah yang akan dibersihkan dan dibenahi higienitas toiletnya.
“Melalui Gerakan Toilet Higienis ini, besar harapan kami ke depannya akan lebih banyak pihak yang teredukasi dengan baik sehingga banyak pula masyarakat yang peduli dengan kebersihan fasilitas sanitasi di sekolah. Anak-anak akhirnya juga dapat terhindar dari ancaman penyakit akibat kuman yang bersumber dari toilet sekolah,” terang Brand Building Domestos, Imee Putri.
Menurut Imee, masalah ini harus diajarkan sejak dini atau dimulai dari anak-anak. Imee menjelaskan, Sejak 2011 gerakan ini sudah melibatkan 1900 sekolah. Ia berharap gerakan ini juga dapat menjangkau lebih banyak lagi sekolah di daerah hingga pelosok Indonesia.
Sumber: kompas
0 Response to "Kenapa Toilet Siswa itu kotor dan toilet Guru Selalu Bersih? "
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr