Langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan moratorium proses KTP elektronik (e-KTP) diupayakan tidak berdampak pada masyarakat.
Caranya, mengevaluasi sistem e-KTP, namun tetap membagikan blangko e-KTP ke pemerintah daerah. Dengan demikian, masyarakat tetap bisa mendapat e-KTP yang telah dicetak pemda.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan, kendati moratorium dilakukan, pencetakan blangko dan pembagiannya terus berjalan.
”Pada 8 November saya memerintahkan pencetakan blangko karena ternyata ada kekurangan 40 juta blangko e-KTP bagi pemda se-Indonesia,” terangnya.
Hal tersebut ditempuh agar masyarakat tidak mengeluh karena belum mendapatkan e-KTP. Apalagi, sesuai data Kemendagri, masyarakat yang mengajukan pembuatan e-KTP dalam sehari mencapai 15 ribu orang untuk seluruh Indonesia.
”Kalau pembagian blangko dihentikan, masyarakat merugi. Padahal, e-KTP itu nyawanya warga negara. Untuk perbankan, paspor, dan dokumen resmi lain,” tuturnya.
Untuk moratorium e-KTP, yang pasti itu tidak dihentikan total. Melainkan, hanya mengecek data nasional secara menyeluruh. ”Masyarakat yang mengurus e-KTP tetap harus dilayani. Ini merupakan tanggung jawab negara untuk memberikan jaminan agar masyarakat mendapatkan e-KTP,” terang politikus PDIP tersebut.
Dalam proses moratorium itu, Kemendagri melihat perlunya peningkatan sistem keamanan database. Dengan demikian, datanya benar-benar aman dan tidak ada pihak lain yang bisa mengaksesnya. ”Persoalan keamanan database ini kami akan memperhatikan secara khusus,” tuturnya.
Untuk meningkatkan akurasi data e-KTP, Kemendagri memiliki rencana menyinkronkan dengan data kependudukan lembaga negara yang lain seperti Badan Pusat Statistik (BPS). ”Sinkronisasi ini harus terjalin,” terangnya.
Ada juga masalah lain yang sedang dibahas. Misalnya, soal teknologi kartu chip dalam e-KTP. Karena ada e-KTP palsu dengan chip yang mirip, diperlukan pembahasan khusus untuk chip itu. ”Kami akan membentuk tim tersendiri yang bekerja secara tertutup untuk chip ini,” paparnya.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Robert Endi Jaweng menjelaskan, proses e-KTP yang dihentikan tersebut seharusnya sejak awal diperjelas, seperti apa penghentiannya.
Dengan begitu, tidak terlihat adanya kurang komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah. ”Kalau pusat bilang dihentikan, tapi nyatanya berjalan, itu artinya ada masalah komunikasi,” tuturnya.
Yang paling utama, sebenarnya kebijakan moratorium e-KTP atau evaluasi e-KTP itu seharusnya melibatkan pemerintah daerah (pemda).
Pasalnya, pemdalah yang benar-benar mengerti permasalahan yang dialami masyarakat. ”Kalau membuat kebijakan itu lebih partisipatif, tentu akan lebih diterima,” ujarnya.
Caranya, mengevaluasi sistem e-KTP, namun tetap membagikan blangko e-KTP ke pemerintah daerah. Dengan demikian, masyarakat tetap bisa mendapat e-KTP yang telah dicetak pemda.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan, kendati moratorium dilakukan, pencetakan blangko dan pembagiannya terus berjalan.
”Pada 8 November saya memerintahkan pencetakan blangko karena ternyata ada kekurangan 40 juta blangko e-KTP bagi pemda se-Indonesia,” terangnya.
Hal tersebut ditempuh agar masyarakat tidak mengeluh karena belum mendapatkan e-KTP. Apalagi, sesuai data Kemendagri, masyarakat yang mengajukan pembuatan e-KTP dalam sehari mencapai 15 ribu orang untuk seluruh Indonesia.
”Kalau pembagian blangko dihentikan, masyarakat merugi. Padahal, e-KTP itu nyawanya warga negara. Untuk perbankan, paspor, dan dokumen resmi lain,” tuturnya.
Untuk moratorium e-KTP, yang pasti itu tidak dihentikan total. Melainkan, hanya mengecek data nasional secara menyeluruh. ”Masyarakat yang mengurus e-KTP tetap harus dilayani. Ini merupakan tanggung jawab negara untuk memberikan jaminan agar masyarakat mendapatkan e-KTP,” terang politikus PDIP tersebut.
Dalam proses moratorium itu, Kemendagri melihat perlunya peningkatan sistem keamanan database. Dengan demikian, datanya benar-benar aman dan tidak ada pihak lain yang bisa mengaksesnya. ”Persoalan keamanan database ini kami akan memperhatikan secara khusus,” tuturnya.
Untuk meningkatkan akurasi data e-KTP, Kemendagri memiliki rencana menyinkronkan dengan data kependudukan lembaga negara yang lain seperti Badan Pusat Statistik (BPS). ”Sinkronisasi ini harus terjalin,” terangnya.
Ada juga masalah lain yang sedang dibahas. Misalnya, soal teknologi kartu chip dalam e-KTP. Karena ada e-KTP palsu dengan chip yang mirip, diperlukan pembahasan khusus untuk chip itu. ”Kami akan membentuk tim tersendiri yang bekerja secara tertutup untuk chip ini,” paparnya.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Robert Endi Jaweng menjelaskan, proses e-KTP yang dihentikan tersebut seharusnya sejak awal diperjelas, seperti apa penghentiannya.
Dengan begitu, tidak terlihat adanya kurang komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah. ”Kalau pusat bilang dihentikan, tapi nyatanya berjalan, itu artinya ada masalah komunikasi,” tuturnya.
Yang paling utama, sebenarnya kebijakan moratorium e-KTP atau evaluasi e-KTP itu seharusnya melibatkan pemerintah daerah (pemda).
Pasalnya, pemdalah yang benar-benar mengerti permasalahan yang dialami masyarakat. ”Kalau membuat kebijakan itu lebih partisipatif, tentu akan lebih diterima,” ujarnya.
Sumber: jpnn
0 Response to "E-KTP Tak Dihentikan Total"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr