JAKARTA - Rencana pemerintah menerapkan kebijakan moratorium penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) sebaiknya perlu dikaji secara matang. Pasalnya, penghentian tersebut bisa berdampak panjang dalam penyiapan sumber daya pegawai.
Pakar administrasi publik UGM Miftah Toha menilai kebijakan moratorium lebih banyak dipengaruhi pertimbangan politis. ”Jangan terburu-buru moratorium. Ini harus dikaji tidak asal moratorium,” ujar Miftah Toha di Jakarta kemarin.
Menurut dia, satu sisi menginginkan perampingan birokrasi, tetapi di sisi lain pemerintah banyak mengangkat staf khusus. Karena itu, kebijakan moratorium CPNS dianggap tidak konsisten.
”Kebijakan pemerintahan sekarang ini seperti main-main saja. Tidak serius. Sebelumnya kebijakan larangan rapat di hotel lalu mendadak berubah diperbolehkan. Ini jangan-jangan nanti sekarang moratorium besok berubah,” tegas dia.
Lebih lanjut, Miftah mengatakan bahwa kajian moratorium penerimaan CPNS tidak hanya sebatas pada jumlah pegawai semata. Menurut dia, yang paling penting adalah kajian terkait organisasi pemerintahan yang ada.
Pasalnya, banyaknya organisasi pemerintahan baik kementerian ataupun lembaga nonstruktural berdampak pada membengkaknya jumlah pegawai. ”Ini bukan karena penuh pegawai. Lembaga birokrasinya banyak. Ini kenapa tidak dievaluasi lembaga birokrasi untuk mengurangi jumlah pegawai,” tuturnya. Dia pun mengkritisi adanya lembaga baru, yakni staf kepresidenan. Lembaga baru tersebut menunjukkan semakin tumpang tindihnya organisasi pemerintahan.
”Kementerian itu payung hukumnya UUD. Fungsinya jelas. Misalnya proyek strategis mendirikan pelabuhan di Nusantara atau jalan raya. Ini tugas Kemenhub. Karena strategis ini mau dilakukan staf kepresidenan. Apa tidak tumpang tindih. Proyek strategis punya kementerian. Ini analisis organisasi pemerintahan yang tidak tepat,” ungkap dia.
Dia menyarankan pemerintah saat ini untuk fokus dalam melakukan evaluasi organisasi birokrasi. Dengan demikian dimungkinkan dapat dilakukan perampingan organisasi. ”Jangan sampai fatamorgana bahwa jumlah pegawai di pemerintahan banyak sekali. Kementerian itu ada berapa, 34 itu sudah sangat banyak. Belum lagi lembaga lainnya. Itu nambah lagi staf kepresidenan,” paparnya.
Menurut dia, penerimaan pegawai masih dibutuhkan terutama di beberapa daerah yang masih kekurangan guru ataupun tenaga kesehatan. Namun, tetap harus dilakukan kajian terkait kebutuhan setiap organisasi.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan- RB) Yuddy Chrisnandi meminta setiap instansi pemerintah baik pusat maupun daerah berkewajiban untuk membuat desain kepegawaian selama lima tahun. ”Gubernur, bupati, dan kepala lembaga harus lapor desain lima tahun seperti apa,” ujar Yuddy.
Menurut dia, penerimaan CPNS akan dilakukan secara selektif. Namun, hingga kini belum ditentukan berapa formasi yang akan dibuka pemerintah. Pihaknya masih menunggu desain kebutuhan pegawai dari masing-masing instansi selama lima tahun.
”Di mana implementasinya setiap satu tahun. Mereka harus lapor. Setiap tahun butuh berapa dan apa saja yang dibutuhkan. Itu kami akan memilah. Oke itu boleh atau ini dikurangi. Ini supaya terkendali,” kata dia.
Politikus Hanura ini mengatakan bahwa moratorium merupakan langkah untuk menghentikan laju penerimaan pegawai yang tak terkendali. Menurut dia, pemerintah menganut sistem zero growth dalam membatasi jumlah pegawai. ”Kalau pensiun 100 yang masuk berarti 100. Kalau sebelumnya pensiun 100 yang masuk 1.000. Nambah lagi terus pegawai,” paparnya.
Meski begitu, dia mengakui bahwa ada anggaran untuk penerimaan calon pegawai baru. Namun, menurut dia dalam rekrutmen bukan ditentukan ada tidaknya anggaran, melainkan pada tingkat kebutuhan. Menurut dia, untuk penerimaan CPNS honorer kategori dua (K2), pemerintah sedang melakukan pemetaan.
Hal ini untuk mengisi formasi yang belum terisi dari seleksi K2 sebelumnya. ”Mereka akan berkompetisi untuk menempati posisi yang kosong tersebut. Ini kuota lama,” ungkap dia.
Pakar administrasi publik UGM Miftah Toha menilai kebijakan moratorium lebih banyak dipengaruhi pertimbangan politis. ”Jangan terburu-buru moratorium. Ini harus dikaji tidak asal moratorium,” ujar Miftah Toha di Jakarta kemarin.
Menurut dia, satu sisi menginginkan perampingan birokrasi, tetapi di sisi lain pemerintah banyak mengangkat staf khusus. Karena itu, kebijakan moratorium CPNS dianggap tidak konsisten.
”Kebijakan pemerintahan sekarang ini seperti main-main saja. Tidak serius. Sebelumnya kebijakan larangan rapat di hotel lalu mendadak berubah diperbolehkan. Ini jangan-jangan nanti sekarang moratorium besok berubah,” tegas dia.
Lebih lanjut, Miftah mengatakan bahwa kajian moratorium penerimaan CPNS tidak hanya sebatas pada jumlah pegawai semata. Menurut dia, yang paling penting adalah kajian terkait organisasi pemerintahan yang ada.
Pasalnya, banyaknya organisasi pemerintahan baik kementerian ataupun lembaga nonstruktural berdampak pada membengkaknya jumlah pegawai. ”Ini bukan karena penuh pegawai. Lembaga birokrasinya banyak. Ini kenapa tidak dievaluasi lembaga birokrasi untuk mengurangi jumlah pegawai,” tuturnya. Dia pun mengkritisi adanya lembaga baru, yakni staf kepresidenan. Lembaga baru tersebut menunjukkan semakin tumpang tindihnya organisasi pemerintahan.
”Kementerian itu payung hukumnya UUD. Fungsinya jelas. Misalnya proyek strategis mendirikan pelabuhan di Nusantara atau jalan raya. Ini tugas Kemenhub. Karena strategis ini mau dilakukan staf kepresidenan. Apa tidak tumpang tindih. Proyek strategis punya kementerian. Ini analisis organisasi pemerintahan yang tidak tepat,” ungkap dia.
Dia menyarankan pemerintah saat ini untuk fokus dalam melakukan evaluasi organisasi birokrasi. Dengan demikian dimungkinkan dapat dilakukan perampingan organisasi. ”Jangan sampai fatamorgana bahwa jumlah pegawai di pemerintahan banyak sekali. Kementerian itu ada berapa, 34 itu sudah sangat banyak. Belum lagi lembaga lainnya. Itu nambah lagi staf kepresidenan,” paparnya.
Menurut dia, penerimaan pegawai masih dibutuhkan terutama di beberapa daerah yang masih kekurangan guru ataupun tenaga kesehatan. Namun, tetap harus dilakukan kajian terkait kebutuhan setiap organisasi.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan- RB) Yuddy Chrisnandi meminta setiap instansi pemerintah baik pusat maupun daerah berkewajiban untuk membuat desain kepegawaian selama lima tahun. ”Gubernur, bupati, dan kepala lembaga harus lapor desain lima tahun seperti apa,” ujar Yuddy.
Menurut dia, penerimaan CPNS akan dilakukan secara selektif. Namun, hingga kini belum ditentukan berapa formasi yang akan dibuka pemerintah. Pihaknya masih menunggu desain kebutuhan pegawai dari masing-masing instansi selama lima tahun.
”Di mana implementasinya setiap satu tahun. Mereka harus lapor. Setiap tahun butuh berapa dan apa saja yang dibutuhkan. Itu kami akan memilah. Oke itu boleh atau ini dikurangi. Ini supaya terkendali,” kata dia.
Politikus Hanura ini mengatakan bahwa moratorium merupakan langkah untuk menghentikan laju penerimaan pegawai yang tak terkendali. Menurut dia, pemerintah menganut sistem zero growth dalam membatasi jumlah pegawai. ”Kalau pensiun 100 yang masuk berarti 100. Kalau sebelumnya pensiun 100 yang masuk 1.000. Nambah lagi terus pegawai,” paparnya.
Meski begitu, dia mengakui bahwa ada anggaran untuk penerimaan calon pegawai baru. Namun, menurut dia dalam rekrutmen bukan ditentukan ada tidaknya anggaran, melainkan pada tingkat kebutuhan. Menurut dia, untuk penerimaan CPNS honorer kategori dua (K2), pemerintah sedang melakukan pemetaan.
Hal ini untuk mengisi formasi yang belum terisi dari seleksi K2 sebelumnya. ”Mereka akan berkompetisi untuk menempati posisi yang kosong tersebut. Ini kuota lama,” ungkap dia.
Sumber: Koran-sindo
loading...
(function(){
var D=new Date(),d=document,b='body',ce='createElement',ac='appendChild',st='style',ds='display',n='none',gi='getElementById';
var i=d[ce]('iframe');i[st][ds]=n;d[gi]("M283033ScriptRootC165025")[ac](i);try{var iw=i.contentWindow.document;iw.open();iw.writeln("
0 Response to "Moratorium CPNS Perlu Kajian Matang"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr