Titah Putri Firdausi |
Ditemui di Jakarta, Rabu (14/9) dalam acara “Silaturahim SM3T bersama Wakil Presiden Boediono”, Titah menuturkan, di zona merah seperti itu, masyarakat kurang konsisten mendorong anaknya untuk bersekolah. Maka, edukasi kepada orang tua sangat diperlukan, agar sadar pentingnya pendidikan bagi putra-putri mereka.
Ia sering melakukan pendekatan dengan terjun ke sawah dan kebun untuk menyapa danngobrol tentang pendidikan dengan orang tua. Untuk keperluan pendekatan personal seperti itu, ia belajar keras menggunakan logat penduduk setempat supaya bisa ‘nyambung’ dengan mereka. “Kesadaran mereka tentang pendidikan masih kurang sekali. Kehidupan di sana lebih mengutamakan berkebun daripada sekolah,” katanya.
Kurangnya kepedulian orang tua terhadap pendidikan berimbas pada kemampuan anak-anak didiknya terhadap kemampuan membaca. Meski mengajar di tingkat SMP, namun Titah menemukan sejumlah siswa masih belum mampu baca, tulis, dan berhitung, dengan baik. Maka, dibuatlah kelas percobaan untuk membantu siswa-siswa ini. Ia dan teman sesama guru SM3T harus memulai tugasnya dari kelas percobaan ini. Jika sudah ada kemajuan dan mereka sudah mulai bisa membaca, baru kelas reguler dilaksanakan.
Selama mengabdikan diri sebagai sarjana mendidik, hal yang paling membahagiakan bagi Titah adalah ketika anak-anak didiknya ini berhasil lulus ujian. Tak hanya ia, anak-anak ini pun akan menangis terharu di pelukannya karena mereka memiliki guru yang mendidik dan mendorong mereka sehingga mereka memiliki kemampuan untuk melewati ujian tersebut dengan baik.
“Mereka sangat bahagia dan berterima kasih kasih kepada guru-gurunya, karena bisa lulus dengan usaha sendiri. Bukan dengan kata, melainkan dengan tangisan dan pelukan. Hal itu benar-benar mengharukan,” kenang Titah, sambil menghapus air mata di pelupuk matanya.
Sumber: TRIBUNNEWS
0 Response to "Titah Putri Firdausi, Guru SM-3T di Zona Merah"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr