Guru merupakan salah satu elemen yang sangat penting dari sebuah negara, tak terkecuali Indonesia. Masa depan sebuah negara sangat tergantung dari kualitas, kerja keras dan keikhlasan para guru dalam mempersiapkan generasi mendatang. Karena itu, guru mesti mendapatkan perhatian besar dari negara.
Jepang, adalah salah satu bangsa yang sangat menghormati guru. Sikap hormat terhadap guru ditunjukkan oleh Kaisar Jepang Tenno Heika, yang sampai kapan pun akan menjadi catatan sejarah dan disebut di semua negara. Pada akhir Perang Dunia ke-2 dengan kekalahan Jepang yang amat pahit, Kaisar Tenno Heika pertama kali bertanya “berapa guru yang masih hidup?”. Pertanyaan Kaisar tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya peran guru bagi masyarakat dan Bangsa Jepang. Begitu perang usai, bukan kekayaan atau aset yang material yang ditanya, tapi justru jumlah guru yang masih hidup.
Jepang memang sangat mementingkan pendidikan bagi rakyatnya. Kendala sempitnya tanah kepulauan, tandusnya tanah pertanian, seringnya terjadi bencana alam gempa bumi dan tsunami menjadikan bangsa Jepang tabah menghadapi perjuangan hidup yang berat.
Kemajuan peradaban Barat menjadikan bangsa Jepang terinspirasi untuk juga memajukan rakyatnya. Secara konsentris diserapnya kemajuan budaya Barat yang bermanfaat bagi bangsanya. Berikutnya dipadukan dengan semangat bushido. Pada akhirnya terbukti Jepang dapat melakukannya lebih baik, bahkan sering lebih unggul dibanding dengan prestasi negara-negara yang menjadi inspiratornya.
Di Indonesia peran guru juga sangat besar. Bahkan sampai-sampai guru diberikan gelar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Karena besar dan sangat strategisnya peran guru, maka diharapkan guru tampil sebagai sosok yang fokus kepada tugas-tugasnya. Tidak terlibat dalam politik praktis. Seperti menjadi tim sukses calon kepala daerah A, B, C dan lainnya. Karena jika guru sudah berpolitik praktis, seperti terlibat sebagai tim sukses calon kepala daerah dan lainnya, maka peran guru tersebut sebagai sosok yang idealis, independen dan menjadi contoh tauladan bagi masyarakat lainnya jadi bergeser.
Sebagaimana UU No. 14 Tahun 2005 tentang Tugas Guru dan Dosen, maka diketahui bahwa tugas guru meliputi sebagai berikut; Pertama, guru sebagai pendidik. Ingat apa yang terlihat, terdengar dan terasa oleh siswa dari guru harus berfungsi sebagai teladan yang akan ditiru dan diamalkan oleh siswa. Kedua, guru sebagai pengajar. Pada posisi ini guru harus menjadikan dirinya sebagai seorang professional dan memiliki kompetensi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan,
Ketiga, guru sebagai pembimbing. Pada posisi ini seyogianya guru berada di barisan depan dalam membimbing siswa ke arah yang diharapkan. Keempat, guru sebagai pengarah. Arahkan siswa untuk dapat mengembangkan seluruh potensi dan kretifitas siswa kepada tujuan pembelajaran, rangsang siswa untuk mampu merespon dan melakukan sendiri apa yang seharusnya mereka lakukan.
Kelima, guru sebagai pelatih. Pada posisi ini guru harus mampu memberikan latihan secara teratur dan terukur dan terus menerus agar apa yang menjadi target pembelajaran tercapai. Keenam, guru sebagai penilai. Menilai siswa berarti sebuah upaya untuk mengetahui apakah proses pembelajaran yang sudah dilakukan telah dilakukan secara efektif. Ketujuh, guru melakukan evaluasi kegiatan pebelajaran. Itulah sebabnya seluruh rangkaian kegiatan proses pembelajaran harus dilakukan kajian dan analisis. Bersempena dengan Konferensi XXI PGRI Sumbar 2014, diharapkan guru di Sumbar tampil sebagai guru yang profesional di dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bukan guru yang bermain-main api dengan keterlibatan dalam politik praktis. Guru juga mesti terus menerus meningkatkan kemampuannya. **
Jepang, adalah salah satu bangsa yang sangat menghormati guru. Sikap hormat terhadap guru ditunjukkan oleh Kaisar Jepang Tenno Heika, yang sampai kapan pun akan menjadi catatan sejarah dan disebut di semua negara. Pada akhir Perang Dunia ke-2 dengan kekalahan Jepang yang amat pahit, Kaisar Tenno Heika pertama kali bertanya “berapa guru yang masih hidup?”. Pertanyaan Kaisar tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya peran guru bagi masyarakat dan Bangsa Jepang. Begitu perang usai, bukan kekayaan atau aset yang material yang ditanya, tapi justru jumlah guru yang masih hidup.
Jepang memang sangat mementingkan pendidikan bagi rakyatnya. Kendala sempitnya tanah kepulauan, tandusnya tanah pertanian, seringnya terjadi bencana alam gempa bumi dan tsunami menjadikan bangsa Jepang tabah menghadapi perjuangan hidup yang berat.
Kemajuan peradaban Barat menjadikan bangsa Jepang terinspirasi untuk juga memajukan rakyatnya. Secara konsentris diserapnya kemajuan budaya Barat yang bermanfaat bagi bangsanya. Berikutnya dipadukan dengan semangat bushido. Pada akhirnya terbukti Jepang dapat melakukannya lebih baik, bahkan sering lebih unggul dibanding dengan prestasi negara-negara yang menjadi inspiratornya.
Di Indonesia peran guru juga sangat besar. Bahkan sampai-sampai guru diberikan gelar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Karena besar dan sangat strategisnya peran guru, maka diharapkan guru tampil sebagai sosok yang fokus kepada tugas-tugasnya. Tidak terlibat dalam politik praktis. Seperti menjadi tim sukses calon kepala daerah A, B, C dan lainnya. Karena jika guru sudah berpolitik praktis, seperti terlibat sebagai tim sukses calon kepala daerah dan lainnya, maka peran guru tersebut sebagai sosok yang idealis, independen dan menjadi contoh tauladan bagi masyarakat lainnya jadi bergeser.
Sebagaimana UU No. 14 Tahun 2005 tentang Tugas Guru dan Dosen, maka diketahui bahwa tugas guru meliputi sebagai berikut; Pertama, guru sebagai pendidik. Ingat apa yang terlihat, terdengar dan terasa oleh siswa dari guru harus berfungsi sebagai teladan yang akan ditiru dan diamalkan oleh siswa. Kedua, guru sebagai pengajar. Pada posisi ini guru harus menjadikan dirinya sebagai seorang professional dan memiliki kompetensi sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan,
Ketiga, guru sebagai pembimbing. Pada posisi ini seyogianya guru berada di barisan depan dalam membimbing siswa ke arah yang diharapkan. Keempat, guru sebagai pengarah. Arahkan siswa untuk dapat mengembangkan seluruh potensi dan kretifitas siswa kepada tujuan pembelajaran, rangsang siswa untuk mampu merespon dan melakukan sendiri apa yang seharusnya mereka lakukan.
Kelima, guru sebagai pelatih. Pada posisi ini guru harus mampu memberikan latihan secara teratur dan terukur dan terus menerus agar apa yang menjadi target pembelajaran tercapai. Keenam, guru sebagai penilai. Menilai siswa berarti sebuah upaya untuk mengetahui apakah proses pembelajaran yang sudah dilakukan telah dilakukan secara efektif. Ketujuh, guru melakukan evaluasi kegiatan pebelajaran. Itulah sebabnya seluruh rangkaian kegiatan proses pembelajaran harus dilakukan kajian dan analisis. Bersempena dengan Konferensi XXI PGRI Sumbar 2014, diharapkan guru di Sumbar tampil sebagai guru yang profesional di dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bukan guru yang bermain-main api dengan keterlibatan dalam politik praktis. Guru juga mesti terus menerus meningkatkan kemampuannya. **
Sumber: Haluan
loading...
(function(){
var D=new Date(),d=document,b='body',ce='createElement',ac='appendChild',st='style',ds='display',n='none',gi='getElementById';
var i=d[ce]('iframe');i[st][ds]=n;d[gi]("M283033ScriptRootC165025")[ac](i);try{var iw=i.contentWindow.document;iw.open();iw.writeln("
0 Response to "GURU JANGAN BERPOLITIK"
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung di Pustaka Pandani
Silahkan komentar anda,
Salam
Irfan Dani, S. Pd.Gr